Para pelaku industri tekstil di Jawa Barat menghadapi masa yang sangat sulit, dipicu oleh membanjirnya produk tekstil impor di pasar domestik yang dijual di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP), serta minimnya permintaan ekspor. PT Sipatex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Majalaya, Kabupaten Bandung, merasakan dampaknya secara langsung. David Leonardi, Direktur Operasional PT Sipatex, menyatakan bahwa kondisi saat ini adalah yang terparah yang pernah dialaminya dalam industri tekstil.
Dampak Produk Tekstil Impor yang Membanjiri Pasar Domestik
Menurut David, produk tekstil impor yang membanjiri pasar domestik, baik secara legal maupun ilegal, telah menekan industri lokal. Harga kaos polos, misalnya, dapat ditemukan di marketplace dengan harga Rp15.000 hingga Rp20.000 per pcs, jauh di bawah HPP yang dikeluarkan industri tekstil lokal. Harga ini bahkan belum mencakup biaya produksi, seperti bahan kain dan biaya tenaga kerja, yang membuat perusahaan lokal sulit bersaing.
David, yang juga menjabat Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, menegaskan perlunya pemerintah menyaring jenis barang impor. “Barang-barang yang tidak diproduksi di dalam negeri mungkin bisa diimpor, namun produk yang bisa diproduksi lokal sebaiknya dibatasi,” ujarnya.
Minimnya Permintaan Ekspor dan Dampaknya terhadap Tenaga Kerja
Selain menghadapi serbuan produk impor, pelaku industri tekstil di Jawa Barat juga mengalami penurunan permintaan ekspor akibat ketidakpastian geopolitik global. Dengan lemahnya permintaan ini, seharusnya pasar domestik menjadi alternatif. Namun, kondisi persaingan di pasar lokal juga sangat tidak kompetitif, memaksa banyak perusahaan melakukan pengurangan tenaga kerja sebagai langkah untuk mengurangi biaya tetap.
Kondisi ini berdampak signifikan pada tenaga kerja di industri tekstil, mengingat rata-rata tingkat utilisasi pabrik tekstil di Jawa Barat kini berada di bawah 50%. Banyak pabrik terpaksa mengurangi jumlah karyawan, sementara pesanan dari pasar lokal maupun ekspor tetap minim.
Perlunya Kebijakan Pemerintah yang Tepat untuk Melindungi Industri Tekstil
Untuk menghadapi kondisi ini, para pelaku industri tekstil berharap pemerintah memberikan perhatian serius melalui kebijakan yang tepat. General Manager Human Resources and Management PT Pan Brothers Tbk, Nurdin Setiawan, mengusulkan adanya harmonisasi kebijakan antar-kementerian agar kebijakan yang diterapkan berjalan selaras. Menurutnya, sektor tekstil terkait erat dengan berbagai sektor lain seperti perindustrian, perdagangan, pendidikan, energi, hingga instrumen keuangan, sehingga koordinasi yang kuat antar-lembaga menjadi sangat penting.
Lebih lanjut, Nurdin menyoroti pentingnya penerapan hambatan non-tarif untuk membatasi masuknya produk impor yang merusak pasar domestik. Setelah itu, pemerintah juga dapat memberikan insentif dari pajak hingga subsidi energi untuk membantu industri bertahan dan berkembang di pasar domestik.
Optimisme dan Harapan Kebangkitan Industri Tekstil
Meski menghadapi tantangan berat, David dan Nurdin tetap optimis bahwa industri tekstil akan bangkit kembali. Mereka berharap bahwa dukungan kebijakan yang tepat dari pemerintah akan membantu industri ini untuk “take-off” dan bersaing secara sehat di pasar lokal. Sebagaimana dikatakan oleh Nurdin, “Kalau kondisi ini dianggap sebagai sun set, pasti akan ada sun rise.”
Industri tekstil di Jawa Barat saat ini membutuhkan dukungan dan kebijakan proaktif dari pemerintah untuk mengatasi tantangan yang ada. Dengan bantuan yang tepat, industri ini masih berpeluang besar untuk pulih dan memberikan kontribusi penting bagi perekonomian nasional.