Wakil Menteri Koperasi dan UKM (Wamenkop), Ferry Juliantono, mengungkapkan bahwa maraknya impor baju bekas dan produk tekstil lain ke Indonesia disebabkan belum adanya regulasi yang memberikan perlindungan terhadap industri tekstil dalam negeri. Hal ini disampaikan setelah rapat bersama Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
“Kesimpulan sementara menunjukkan Indonesia belum memiliki Undang-Undang Perlindungan Industri Tekstil, sehingga produk seperti kain, baju bekas, dan batik printing impor dapat masuk dengan mudah,” ujar Ferry dalam audiensi di Solo, Jumat (13/12/2024).
RUU Perlindungan Industri Tekstil
Sebagai langkah solutif, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) telah menyampaikan naskah akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Industri Tekstil kepada Kementerian Perindustrian dan DPR. Ferry berharap RUU ini segera disahkan untuk menjadi payung hukum yang melindungi industri tekstil dari persaingan tidak sehat dengan produk impor.
“Kami membutuhkan dukungan penuh dari DPR dan kementerian terkait agar RUU ini dapat memberikan perlindungan maksimal bagi industri tekstil lokal,” tegasnya.
Selain itu, Kemenkop juga mendorong kajian dan evaluasi terhadap kebijakan impor yang merugikan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah kebijakan bea impor nol persen untuk beberapa komoditas, seperti susu, yang dinilai tidak menguntungkan pelaku usaha dalam negeri.
Pembentukan Satgas Impor
Dalam rapat koordinasi bersama Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, disepakati pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Impor. Satgas ini akan bertugas memantau dan mengatasi dampak negatif dari kebijakan impor terhadap koperasi dan pelaku usaha lokal, termasuk perajin batik.
“Ini adalah langkah besar yang membutuhkan komitmen tinggi untuk melindungi industri domestik dari serbuan produk impor,” kata Ferry.
Dukungan untuk Koperasi Batik
Pada kesempatan audiensi dengan Koperasi Syarikat Dagang Kauman (SDK) di Solo, Ferry menegaskan pentingnya perlindungan bagi industri batik, salah satu subsektor tekstil yang terkena dampak besar dari serbuan produk impor. Kemenkop mengapresiasi semangat perjuangan Koperasi SDK, yang dianggap menghidupkan kembali nilai-nilai perjuangan ekonomi berbasis koperasi.
“Sejak awal, Kemenkop mendukung penuh Koperasi SDK sebagai salah satu koperasi batik terbaik di Surakarta. Ini mengingatkan pada semangat serikat dagang Islam di masa lampau,” jelas Ferry.
Komitmen untuk Industri Tekstil Lokal
Melalui inisiatif regulasi dan perlindungan industri tekstil, Kemenkop menunjukkan komitmen untuk memprioritaskan pelaku usaha lokal. Perlindungan terhadap industri tekstil, termasuk perajin batik, bukan hanya upaya menjaga keberlanjutan ekonomi, tetapi juga bagian dari pelestarian budaya nasional.
Dengan dukungan legislatif dan kolaborasi antarkementerian, diharapkan upaya ini mampu memperkuat daya saing industri tekstil Indonesia di tengah derasnya arus produk impor.