Industri tekstil dalam negeri tengah menghadapi tekanan besar akibat derasnya arus barang impor dan selundupan. Ketua Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menyebutkan bahwa kondisi ini membuat banyak perusahaan terpaksa gulung tikar, merugikan potensi ekonomi nasional hingga Rp 235 triliun.
Redma menjelaskan bahwa industri tekstil sebenarnya memiliki nilai tambah yang sangat besar. Sebagai ilustrasi, bahan baku seperti Paraxylene (PX) yang dibeli seharga Rp 5.000 per 0,30 kg dapat menghasilkan 1 kg pakaian bernilai Rp 104 ribu, memberikan nilai tambah lebih dari 200%. Dengan konsumsi garmen domestik yang mencapai 2,26 juta ton per tahun, nilai ekonomi dari industri tekstil seharusnya bisa mencapai Rp 235 triliun.
Industri tekstil juga memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11%, sektor ini diperkirakan dapat menyumbang Rp 25 triliun per tahun. Belum lagi dari PPN impor komoditas kapas yang dapat menghasilkan sekitar Rp 18,95 triliun per tahun.
Namun, potensi besar ini terancam oleh masuknya barang impor secara masif, terutama pada produk kain dan garmen. Hal ini memberikan dampak negatif pada sektor benang dan polyester yang mengalami penurunan kapasitas produksi, bahkan menyebabkan sejumlah pabrik tutup.
Redma juga mempertanyakan keakuratan data pertumbuhan ekonomi sektor tekstil yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Data tersebut menunjukkan pertumbuhan sebesar 7,43% pada triwulan III 2024, tetapi angka itu dianggap tidak mencerminkan realitas karena besarnya importasi ilegal yang tidak tercatat.
Lebih jauh, Redma mendorong pemerintah untuk memprioritaskan penggunaan produk lokal dalam proyek-proyek nasional, seperti pengadaan seragam sekolah, guna mendukung industri dalam negeri. Jika kondisi ini terus berlanjut, sektor tekstil berisiko kehilangan daya saing dan menjadi beban bagi perekonomian nasional.
Ia menutup dengan peringatan bahwa jika serbuan impor tidak ditangani secara serius, industri tekstil Indonesia akan semakin terpuruk, mulai dari produsen kain hingga sektor benang dan polyester, yang memiliki peran penting dalam rantai pasok nasional.