Pertumbuhan sektor industri dinilai sebagai faktor penting dalam mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang masih menghantui dunia usaha. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Bob Azam, menjelaskan bahwa PHK terjadi seiring dengan turunnya volume produksi akibat melemahnya permintaan di masyarakat.

Menurut Bob, pertumbuhan sektor industri sering kali lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, ia menekankan perlunya sektor industri yang lebih dinamis agar pekerja yang terdampak PHK dapat segera memperoleh pekerjaan baru.

Tantangan utama yang dihadapi pekerja yang terkena PHK saat ini adalah kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan baru. Untuk itu, Bob menilai perlu adanya dukungan pemerintah dalam meningkatkan daya beli masyarakat serta mendorong permintaan guna membangkitkan kembali industri.

Sejak Januari tahun lalu, permintaan produk mengalami pelemahan yang berdampak pada sektor industri. Bob menambahkan bahwa dengan adanya pemulihan permintaan, suplai barang-barang dalam negeri bisa meningkat, sementara pemerintah diharapkan dapat mengendalikan masuknya produk impor.

Bob juga menyebutkan bahwa industri dalam negeri siap bersaing dengan produk impor selama persaingan dilakukan secara adil. Namun, maraknya produk impor murah semakin menekan industri lokal. Data tahun 2024 menunjukkan bahwa beberapa sektor seperti makanan dan minuman, pariwisata, pergudangan, dan telekomunikasi masih mengalami pertumbuhan, sedangkan sektor lainnya cenderung stagnan atau tertekan.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Redma Gita Wirawasta, menegaskan bahwa industri tekstil dan produk tekstil masih menghadapi tren PHK dan penutupan pabrik jika tidak ada langkah konkret dari pemerintah. Tren negatif ini telah berlangsung lebih dari dua tahun tanpa adanya tindakan signifikan untuk membendungnya.

Pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir juga turut memperburuk kondisi industri. Berdasarkan data asosiasi, sebanyak 34 perusahaan telah menutup usahanya dan menghentikan operasional pabrik, sementara 26 perusahaan lainnya melakukan PHK, merumahkan pekerja, atau melakukan relokasi.

Redma memperingatkan bahwa bisnis industri tekstil dan produk tekstil akan terus terpuruk jika pemerintah tidak mengambil langkah tegas dalam mengendalikan impor dan memberantas praktik importasi ilegal. Dengan demikian, dukungan terhadap sektor industri menjadi kunci utama dalam menghindari gelombang PHK yang lebih besar di masa mendatang.