Federasi Serikat Buruh Garmen Kerajinan Tekstil Kulit dan Sentra Industri (FSB Garteks) meragukan efektivitas Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam membantu pekerja sektor tekstil yang terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK). Meskipun pemerintah telah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 menjadi PP Nomor 6 Tahun 2025 untuk memperbaiki penyelenggaraan program ini, berbagai permasalahan masih dianggap belum terselesaikan.
Aturan baru ini menjanjikan jaminan uang tunai hingga 60 persen dari gaji selama enam bulan bagi pekerja yang terkena PHK. Namun, menurut perwakilan FSB Garteks, Aris Sokhibi, revisi ini belum mampu menghadirkan solusi konkret bagi buruh tekstil yang rentan terhadap ketidakstabilan ekonomi dan lemahnya kebijakan pasar tenaga kerja.
Salah satu permasalahan utama dalam skema perlindungan tenaga kerja ini adalah mayoritas pekerja di sektor tekstil, garmen, alas kaki, dan kulit (TGSL) merupakan karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau sistem kontrak. Sesuai Pasal 20 dalam PP Nomor 6 Tahun 2025, jaminan kehilangan pekerjaan hanya diberikan kepada pekerja yang mengalami PHK sebelum kontraknya habis, suatu kondisi yang jarang terjadi di industri garmen. Umumnya, perusahaan hanya akan menghentikan hubungan kerja ketika kontrak pekerja telah berakhir, sehingga mereka tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan manfaat JKP.
Selain itu, banyak pekerja kontrak atau outsourcing di sektor tekstil hanya terdaftar dalam dua program jaminan sosial, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM). Meskipun iuran JKP sebagian diambil dari iuran JKK yang direkomposisi sebesar 0,14 persen, implementasi program ini masih dinilai kurang optimal dalam memberikan perlindungan yang adil bagi pekerja sektor ini.
Kondisi ekonomi global yang tidak stabil telah memaksa banyak perusahaan tekstil melakukan efisiensi dengan mengurangi jumlah tenaga kerja. Namun, alih-alih melakukan PHK secara langsung, perusahaan lebih sering menawarkan opsi pengunduran diri kepada pekerja, termasuk kepada karyawan tetap. Dengan demikian, pekerja yang mengundurkan diri atas tawaran perusahaan tidak berhak mendapatkan manfaat JKP, meskipun mereka telah memenuhi kriteria sebagai karyawan tetap.
FSB Garteks menekankan pentingnya sosialisasi aturan JKP yang lebih intensif oleh pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan kepada pekerja dan pengusaha. Dengan pemahaman yang lebih baik, pekerja yang terkena PHK dapat segera melaporkan kasusnya ke Dinas Tenaga Kerja agar hak mereka atas jaminan kehilangan pekerjaan dapat terpenuhi secara maksimal.