Industri tekstil nasional kembali terguncang akibat maraknya peredaran pakaian impor ilegal dan barang palsu di pasar domestik. Fenomena ini membuat para pelaku usaha lokal yang tergabung dalam Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) merasa kian terjepit, terutama dengan membanjirnya produk bermerek tiruan asal luar negeri yang mendominasi pasar dalam negeri.
Wakil Ketua Umum API, Ian Syarif, mengungkapkan bahwa sekitar 90% dari produk pakaian bermerek palsu yang beredar di Indonesia merupakan barang impor. Produk-produk tersebut banyak ditemukan tanpa label berbahasa Indonesia, bahkan didominasi tulisan dalam bahasa China dan Korea Selatan. Ironisnya, tak satu pun dari pakaian itu mencantumkan importir resmi, menandakan lemahnya pengawasan terhadap arus barang masuk.
Menurut Ian, kondisi ini diperparah oleh dampak perang dagang global yang dipicu oleh kebijakan tarif Amerika Serikat. Negara-negara produsen tekstil besar yang kesulitan menembus pasar ekspor utama, kini mengalihkan produknya ke Indonesia sebagai pasar alternatif. Akibatnya, pasar domestik dibanjiri produk tekstil asing dengan harga murah, yang secara langsung merusak daya saing produk dalam negeri.
Permintaan terhadap pakaian palsu pun terus meningkat, menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat peredaran barang tiruan terbesar di Asia Tenggara. Bahkan, menurut Ian, Indonesia kini dikenal sebagai destinasi belanja pakaian palsu oleh wisatawan asing, termasuk dari Malaysia.
Para pengusaha lokal mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelaku usaha dan pedagang yang menjual pakaian impor tanpa legalitas yang jelas. Ketimpangan harga yang cukup tajam antara produk lokal dan produk ilegal—yang bisa 20 hingga 30 persen lebih murah—membuat industri tekstil dalam negeri semakin sulit bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi dan lemahnya perlindungan terhadap pasar domestik.
Tanpa langkah nyata dari pemerintah, industri tekstil nasional dikhawatirkan akan terus melemah dan kehilangan peran strategisnya sebagai penyerap tenaga kerja serta penggerak ekonomi nasional.