Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia optimistis bahwa nilai perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) dapat mencapai USD120 miliar dalam empat tahun ke depan. Proyeksi ini muncul setelah serangkaian kunjungan delegasi Kadin ke Amerika Serikat, yang menghasilkan pandangan positif terhadap potensi kerja sama ekonomi kedua negara. Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, menyatakan bahwa saat ini nilai perdagangan bilateral berada pada kisaran USD39–40 miliar, dan jika dimanfaatkan secara maksimal, nilai tersebut dapat meningkat dua kali lipat dalam 2–3 tahun, dan bahkan mencapai tiga kali lipat dalam empat tahun.

Optimisme tersebut juga didorong oleh peluang negosiasi tarif resiprokal antara Indonesia dan AS yang tengah dijajaki. Pemerintah AS dikabarkan menginginkan neraca perdagangan yang lebih seimbang, yang membuka peluang bagi peningkatan impor komoditas pertanian dan pangan dari AS ke Indonesia, seperti gandum, kedelai, susu, dan daging. Di sisi lain, ekspor Indonesia dinilai masih memiliki ruang tumbuh, khususnya pada sektor tekstil, alas kaki, dan produk tekstil lainnya yang menjadi andalan ekspor nonmigas.

Selain sektor perdagangan barang, Kadin juga melihat potensi besar dalam kerja sama di bidang energi dan lingkungan hidup. Dalam kunjungannya ke AS, Anindya turut menghadiri Bloomberg New Energy Forum (NEF) Summit 2025 yang mempertemukan berbagai pemangku kepentingan global. Meskipun kebijakan pemerintahan pusat AS sempat keluar dari Perjanjian Paris, banyak negara bagian tetap menunjukkan komitmen terhadap isu transisi energi. Indonesia, menurut Anindya, dapat menawarkan kontribusi besar lewat perdagangan karbon dan pengembangan energi terbarukan.

Indonesia memiliki keunggulan geografis dan ekologi yang mendukung penjualan kredit karbon, antara lain melalui platform IDX Carbon dan skema REDD+. Pelestarian keanekaragaman hayati dan kawasan hutan dinilai dapat menjadi sumber penangkapan karbon (carbon capture) yang bernilai tinggi di pasar global. Banyak pelaku usaha di AS dikabarkan menunjukkan minat terhadap peluang kerja sama ini.

Mineral kritis juga menjadi perhatian utama dalam pembahasan kerja sama. Komoditas seperti nikel, tembaga, dan bauksit yang dimiliki Indonesia merupakan bahan baku penting bagi industri energi terbarukan dan kendaraan listrik. Karena kelangkaannya, mineral kritis ini sangat diminati pasar global, termasuk oleh AS. Meski demikian, Kadin menekankan pentingnya pengolahan mineral di dalam negeri guna memberikan nilai tambah dan mendukung pembangunan industri nasional.

Dengan kombinasi potensi perdagangan barang, karbon, serta mineral kritis, Kadin menilai bahwa hubungan ekonomi Indonesia-AS dapat mendekati skala kerja sama dengan Tiongkok yang saat ini mencapai nilai perdagangan sebesar USD130 miliar. Oleh karena itu, pendekatan strategis dalam negosiasi serta pemanfaatan potensi dalam negeri menjadi kunci untuk membangun hubungan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif antara kedua negara.