Industri tekstil dalam negeri tengah menghadapi tekanan berat yang berpotensi menimbulkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Sebanyak tiga juta pekerja di sektor padat karya ini terancam kehilangan mata pencaharian akibat hasil produksi pabrik yang tidak terserap pasar. Penyebab utamanya adalah membanjirnya produk tekstil impor ilegal yang menguasai pasar domestik dengan harga yang jauh lebih murah.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mengungkapkan bahwa permintaan domestik terhadap produk tekstil lokal terus menurun. Ia menyebutkan bahwa pasar-pasar besar seperti Tanah Abang dan Cirebon kini dipenuhi barang-barang impor ilegal yang masuk melalui jalur pasar gelap atau black market. Barang-barang ini dijual dengan harga yang lebih rendah, membuat produk lokal sulit bersaing.
Ristadi menilai pemerintah belum menunjukkan tindakan nyata dalam memberantas impor ilegal secara menyeluruh. Meski sudah dibentuk satuan tugas untuk pemberantasan impor ilegal, keberadaannya dianggap tidak berdampak signifikan. Penindakan yang ada lebih sering berhenti pada pengungkapan barang, tanpa menyentuh aktor utama di balik peredaran barang ilegal tersebut.
Situasi ini membuat banyak pelaku industri tekstil lokal mengalami kesulitan bertahan. Banyak pabrik mulai merumahkan pekerjanya atau bahkan gulung tikar karena produksi yang tidak terserap dan beban biaya operasional yang tinggi. Ristadi menegaskan bahwa potensi PHK massal kini mengancam sekitar tiga juta pekerja jika tidak ada langkah tegas dari pemerintah untuk menertibkan praktik impor ilegal.
Ia juga memahami dilema yang dihadapi para pelaku usaha garmen di dalam negeri. Dalam kondisi pasar yang dipenuhi barang murah ilegal, mereka terdorong untuk ikut menggunakan bahan impor ilegal demi menekan harga jual dan tetap bisa bersaing. Jika tidak, maka pilihan satu-satunya adalah keluar dari bisnis ini.
Kondisi ini menjadi peringatan serius bahwa industri tekstil nasional sedang berada di titik kritis. Tanpa intervensi tegas dan kebijakan yang melindungi produksi dalam negeri, maka risiko kehilangan jutaan lapangan kerja menjadi semakin nyata. Pemerintah dituntut untuk tidak lagi setengah hati dalam memberantas impor ilegal dan menyelamatkan industri strategis yang menjadi tumpuan hidup jutaan pekerja Indonesia.