Pekerja tampak sibuk menyelesaikan produksi pakaian di kawasan Sentra Industri Rajut Binong Jati, Bandung, Jawa Barat, pada Sabtu (14/6/2025). Aktivitas ini menjadi simbol perjuangan industri tekstil nasional dalam menghadapi gempuran produk impor yang masuk dengan harga tidak wajar. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) mendesak pemerintah untuk menetapkan bea masuk anti-dumping (BMAD) sebesar 20% terhadap produk benang filamen impor.
Langkah ini dinilai penting guna meredam dampak praktik dumping yang merugikan produsen dalam negeri. Tanpa perlindungan yang memadai, industri tekstil lokal kesulitan bersaing, baik dari sisi harga maupun volume produksi. Padahal, sektor ini memiliki peran strategis dalam menyerap tenaga kerja dan menopang perekonomian nasional.
Penerapan BMAD diharapkan dapat menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan adil bagi pelaku industri dari hulu hingga hilir. Selain itu, kebijakan ini dinilai mampu menghidupkan kembali kapasitas produksi dalam negeri yang selama ini tertekan. Dengan penguatan proteksi dan kebijakan perdagangan yang berpihak pada produsen lokal, industri tekstil Indonesia berpeluang untuk kembali menjadi pemain utama di pasar domestik dan global.