Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional berada dalam kondisi kritis. Serbuan produk impor, lemahnya pengawasan, dan belum rampungnya revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 menjadi kombinasi yang mengancam keberlangsungan sektor ini. Di tengah meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, para pelaku industri dan pakar ekonomi mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi regulasi tersebut sebagai bentuk perlindungan terhadap industri dalam negeri.
Mohamad Dian Revindo, Peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), menyampaikan bahwa industri TPT merupakan penopang penting dalam struktur ekonomi nasional. Sektor ini menyumbang sekitar 5,8 persen terhadap PDB manufaktur dan menyerap sekitar 18,35 persen tenaga kerja. Dengan lebih dari 3,9 juta orang bekerja di industri ini, keberlanjutan sektor TPT sangat menentukan daya beli masyarakat yang juga berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Revindo menegaskan bahwa meski Indonesia merupakan bagian dari sistem perdagangan bebas global sebagai anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), negara tetap memiliki tanggung jawab untuk menciptakan regulasi yang adil dan melindungi industri domestik dari praktik perdagangan tidak sehat. Ia menyebut praktik seperti dumping, subsidi terselubung, misklasifikasi, hingga under invoicing sebagai ancaman nyata yang harus ditangani melalui penguatan sistem manajemen impor.
Menurutnya, langkah strategis seperti revisi Permendag 8/2024 harus diarahkan pada penguatan fungsi pengawasan bea dan cukai. Pemeriksaan menyeluruh atas barang impor sebelum keluar dari pelabuhan menjadi kunci agar barang-barang ilegal dan merugikan tidak membanjiri pasar dalam negeri. Revindo menekankan bahwa memperkuat pengawasan jauh lebih efisien ketimbang memberikan insentif fiskal, terlebih di tengah keterbatasan anggaran negara yang tidak boleh melebihi defisit Rp 616,3 triliun.
Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, mengungkapkan bahwa industri TPT kini tengah berada dalam kondisi "sakit". Penundaan revisi Permendag 8/2024 dianggap memperkuat dugaan adanya kepentingan tersembunyi untuk meloloskan produk jadi dari luar negeri secara masif. Hal ini berdampak langsung pada tutupnya sekitar 60 perusahaan tekstil padat karya dalam dua tahun terakhir, yang berimbas pada puluhan ribu pekerja kehilangan mata pencaharian.
Desakan kepada pemerintah semakin kuat. Jika tidak ada langkah konkret dan segera, gelombang PHK di sektor TPT dikhawatirkan akan terus meningkat, memperburuk kondisi sosial dan ekonomi nasional. Revisi Permendag 8/2024 bukan sekadar persoalan regulasi, melainkan langkah krusial untuk menyelamatkan industri tekstil nasional dari kehancuran yang lebih dalam.