Industri tekstil di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menghadapi tantangan serius dalam beberapa tahun terakhir. Dampak dari penurunan ekspor tekstil, terutama pakaian jadi bukan rajutan, telah memicu perhatian dari berbagai pihak terkait, termasuk Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) DIY. Menurut Kepala Disperindag DIY, Syam Arjayanti, penurunan ekspor tekstil sebesar 21% hingga Agustus 2023 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Penyebab utamanya dipengaruhi oleh faktor global, di mana terjadi perlambatan ekonomi dan penurunan permintaan akibat dari perang yang mempengaruhi sejumlah negara mitra dagang Indonesia. Dampak dari perang Rusia-Ukraina dan perang Israel-Palestina telah menambah ketidakpastian dalam perdagangan global.
Konsumsi yang lebih mengutamakan kebutuhan makanan daripada tekstil juga menjadi faktor utama yang mengakibatkan penurunan ini. Tidak hanya ekspor yang terkena dampak, penjualan domestik juga terpengaruh oleh meningkatnya impor tekstil melalui platform online, termasuk impor ilegal seperti pakaian bekas.
Kondisi ini semakin diperparah dengan adanya impor ilegal yang membanjiri pasar domestik, membuat para pelaku industri lokal kesulitan bersaing. Ketua Badan Pengurus Provinsi (BPP) Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) DIY, Iwan Susanto, mengungkapkan bahwa banyak perusahaan tekstil yang berorientasi ekspor mengalami penurunan kapasitas produksi hingga 50%-60%. Beberapa bahkan hanya beroperasi dengan kapasitas sekitar 30%.
Upaya perusahaan untuk bertahan termasuk mengurangi jumlah karyawan, memangkas jam kerja, bahkan menghentikan lembur untuk mengefisiensikan produksi. Akibatnya, jumlah PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) di sektor ini sudah mencapai 1.500 karyawan.
Pemerintah berencana memberikan insentif bagi industri tekstil, seperti memberikan kesempatan bagi industri tersebut untuk melakukan penjualan dalam negeri sebesar 50%. Namun, aturan terkait insentif ini belum juga diterbitkan.
Industri tekstil merupakan salah satu tulang punggung ekspor DIY, namun saat ini menghadapi tantangan besar akibat kondisi global yang tidak menentu. Diperlukan kerjasama lintas sektor dan kebijakan yang tepat guna mendukung pemulihan industri tekstil agar kembali berkontribusi secara signifikan bagi perekonomian lokal dan nasional.