Pada Rabu (10/1/2024), pasar saham menyaksikan lonjakan penurunan drastis pada saham PT Sejahtera Bintang Abadi Textile Tbk (SBAT), mencatatkan angka terendah dalam sejarah perusahaan tersebut. Menurut data yang dirilis oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), saham SBAT mengalami penurunan hingga 33,33 persen, menyentuh angka Rp2 per saham pada penutupan perdagangan hari itu. Penurunan signifikan ini menempatkan SBAT sebagai salah satu saham dengan harga terendah di pasar bursa. Saham SBAT telah terperosok di bawah ambang batas harga Rp50 per saham, mengakibatkan penempatannya pada papan pemantauan khusus sejak 30 November 2023. Penempatan pada papan ini didasarkan pada tiga kriteria spesifik.

Kriteria pertama menunjukkan bahwa harga rata-rata saham SBAT selama enam bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction berada di bawah Rp51,00. Kriteria kedua menandakan bahwa emiten ini tidak mencatatkan pendapatan atau tidak ada perubahan pendapatan pada Laporan Keuangan Auditan dan/atau Laporan Keuangan Interim terbaru. Sementara kriteria ketiga menggambarkan likuiditas rendah dari saham SBAT, dengan nilai transaksi rata-rata harian di bawah Rp5 juta dan volume transaksi rata-rata harian kurang dari 10.000 saham selama enam bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction.

Dengan demikian, SBAT bergabung dengan saham dengan harga terendah di pasar, sejajar dengan PT Mitra Komunikasi Nusantara Tbk (MKNT) yang juga diperdagangkan seharga Rp2 per saham. Seperti SBAT, MKNT juga telah masuk ke dalam papan pemantauan khusus sejak 30 November 2023, bahkan sempat menyentuh angka Rp1 perak pada 12 Desember 2023.

Menyikapi kondisi ini, manajemen SBAT memberikan tanggapan atas pertanyaan dari BEI, menjelaskan bahwa tantangan operasional yang dihadapi perusahaan ini terutama terkait dengan kondisi pasar tekstil yang sedang menurun baik di dalam maupun luar negeri sejak pandemi Covid-19. Manajemen menegaskan bahwa beberapa perusahaan sejenis juga mengalami kesulitan dalam penjualan karena kondisi pasar yang kurang menguntungkan.

Dalam usahanya untuk mengatasi situasi ini, SBAT masih berupaya untuk memenuhi kegiatan operasionalnya dari sumber daya kas dan setara kas yang dimiliki perusahaan. Pihak manajemen menetapkan target untuk mencatat laba pada tahun 2025 mendatang.

Kondisi pasar yang menantang, terutama dalam industri tekstil, menempatkan SBAT dan sejumlah emiten lainnya di bawah tekanan yang signifikan. Namun, perusahaan terus berupaya untuk menghadapi tantangan ini dengan strategi yang tepat guna menjaga kelangsungan operasionalnya di masa mendatang.