Industri manufaktur di Indonesia mengalami lonjakan pesat dalam menghadapi tantangan keamanan siber di era digitalisasi. Ancaman ini telah berubah dari sekadar risiko teoretis menjadi ancaman yang nyata dan mendesak, yang mengintai sektor-sektor kunci seperti pengolahan makanan, tekstil, bahan kimia, dan energi. Menurut Edwin Lim, Country Director Fortinet Indonesia, serangan siber tingkat tinggi telah mengekspos kerentanan industri-industri terhadap ancaman canggih, terutama phishing, malware, dan ransomware yang semakin meningkat. Lonjakan insiden ransomware bahkan telah menggeser kekhawatiran akan ancaman internal hingga serangan terhadap negara.

Integrasi sistem Information Technology (IT) dan Operational Technology (OT), yang merupakan bagian penting dari kemajuan Industri 4.0, memberikan celah baru bagi penjahat siber. Namun, hal ini juga membuka jalan bagi implikasi yang buruk, mulai dari gangguan operasional hingga kerugian finansial yang signifikan.

Untuk mengatasi risiko-risiko tersebut, diperlukan kerangka keamanan siber yang holistik. Ini melibatkan penguatan teknologi operasional dan memastikan implementasi Artificial Intelligence (AI) bebas dari ancaman siber. Strategi utama termasuk peningkatan visibilitas aset OT, segmentasi jaringan yang kuat, dan memperkuat kontrol akses.

Langkah-langkah ini penting untuk pemahaman dan mitigasi risiko keamanan siber yang komprehensif. Perubahan perspektif perusahaan yang mengakui keamanan siber sebagai risiko bisnis utama sangat dibutuhkan, dengan menerapkan budaya kesadaran siber di seluruh tingkat perusahaan. Kolaborasi antara tim IT dan OT menjadi kunci dalam strategi pertahanan terpadu.

Pentingnya pengawasan dan kepatuhan terhadap standar keamanan siber oleh pihak ketiga dan penyedia layanan juga tidak boleh diabaikan. Model produksi tepat waktu dalam industri manufaktur meningkatkan kebutuhan akan perlindungan yang luas dan efisien. Melalui solusi Fortinet Security Fabric, integrasi IT, OT, dan keamanan fisik dapat dicapai untuk perlindungan yang holistik.

Kesadaran dan pelatihan karyawan menjadi kunci dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks ini. Mendidik karyawan untuk mengenali dan melaporkan potensi ancaman siber dapat signifikan mengurangi kemungkinan keberhasilan serangan. Namun, kekurangan tenaga ahli keamanan siber secara global menyoroti perlunya program pelatihan internal yang komprehensif.

Fortinet bertujuan untuk melatih satu juta orang di bidang keamanan siber pada tahun 2026 melalui program Fortinet Training Institute. Kolaborasi dengan lembaga pendidikan ternama seperti Universitas Gadjah Mada menegaskan dedikasi perusahaan dalam memperkuat postur keamanan siber secara keseluruhan. Inisiatif ini tidak hanya membekali tenaga kerja saat ini dengan keterampilan penting, tetapi juga membuka jalan bagi generasi tenaga ahli keamanan siber di masa depan.

Dalam menghadapi ancaman siber yang semakin canggih dan meluas, pendekatan holistik dan kolaboratif seperti yang ditawarkan oleh Fortinet menjadi kunci dalam melindungi industri manufaktur dan menjaga kemajuan ekonomi Indonesia di era digitalisasi ini.