Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri dapat bernafas lega dengan proyeksi positif yang dihadirkan oleh peningkatan Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia. Data yang dirilis oleh S&P Global untuk bulan Maret 2024 menunjukkan bahwa industri manufaktur RI sedang mengalami fase ekspansi yang signifikan, dengan indeks PMI mencapai level 54,2, yang merupakan posisi tertinggi dalam 2,5 tahun terakhir. Kinerja yang semakin menggeliat ini tidak hanya berdampak pada industri manufaktur secara umum, tetapi juga telah menular ke sektor pabrik-pabrik tekstil di dalam negeri, khususnya di industri hulu. Sejak kuartal keempat tahun 2022, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang merajalela di sektor TPT mulai menunjukkan tanda-tanda mereda. Angka PHK yang mencapai 1 juta pekerja, sebagaimana dicatat oleh Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), mulai menunjukkan penurunan.
Perlambatan ekonomi global dan serbuan barang TPT impor, baik secara legal maupun ilegal, telah menjadi pemicu utama dari gelombang PHK tersebut. Namun, dengan tren positif yang terjadi saat ini, Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, optimis bahwa gelombang PHK dapat segera berhenti pasca-Lebaran.
Namun demikian, Redma juga menegaskan bahwa penghentian PHK hanya akan terjadi jika kondisi industri TPT semakin menguntungkan. Kontrol terhadap arus barang impor menjadi kunci utama dalam mengamankan kinerja industri TPT domestik. Dalam hal ini, implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3/2024 dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 5/2024 menjadi krusial.
Pengaturan yang ketat terhadap impor barang-barang tekstil akan membantu industri TPT dalam negeri untuk berkembang lebih baik. Redma menegaskan bahwa seluruh stakeholder industri TPT nasional mendukung penuh implementasi aturan tersebut tanpa ada perubahan atau penundaan.
Redma juga mengajak semua pihak untuk mendukung produk dalam negeri, menanggapi protes yang dilontarkan oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia (APREGINDO). Dia menekankan pentingnya subsidi impor dengan produk-produk lokal yang berkualitas dan berkelas.
Dengan langkah-langkah positif ini, industri TPT dalam negeri memiliki harapan baru untuk keluar dari krisis PHK yang melanda. Dukungan penuh dari pemerintah, stakeholder industri, dan konsumen dalam negeri akan menjadi kunci keberhasilan dalam memperkuat industri TPT domestik dan menciptakan keberlanjutan yang lebih baik bagi ekonomi Indonesia.