Potensi banjir produk murah asal China—sebagaimana diperingatkan oleh anggota Group of Seven (G-7) baru-baru ini—turut menimbulkan kekhawatiran di berbagai sektor industri domestik, termasuk tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia. Kekhawatiran G-7, Menteri Keuangan Prancis, Bruno Le Maire, menyatakan bahwa model ekonomi China yang memproduksi perangkat industri dengan harga lebih murah dapat menjadi ancaman bagi ekonomi global. Le Maire menekankan bahwa situasi ini tidak hanya berdampak pada Uni Eropa dan Amerika Serikat, tetapi juga pada perekonomian dunia secara keseluruhan. Pernyataan ini mencerminkan kekhawatiran bersama anggota G-7 terhadap praktik perdagangan dumping oleh China.

Solusi yang Diusulkan Indef

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengusulkan solusi untuk memitigasi risiko banjir barang dumping dari China dengan mempermudah impor bahan baku dan membangun industri lokal yang mampu memproduksi benang dan kain. Menurut Esther, langkah ini akan memungkinkan industri TPT Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor secara bertahap.

"Solusinya adalah permudah impor bahan baku dan secara pararel membangun industri yang memproduksi benang dan kain di lokal agar secara perlahan industri TPT Indonesia bisa memproduksi tanpa harus menggunakan bahan baku impor," jelas Esther.

Tantangan Implementasi

Namun, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa, mengungkapkan bahwa pemerintah justru merapuhkan hambatan—baik tarif maupun nontarif—untuk menangkis potensi dumping barang TPT China ke pasar domestik. Kebijakan larangan dan/atau pembatasan (lartas) impor yang direlaksasi dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 8/2024 tidak memberikan solusi yang efektif karena syarat persetujuan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian untuk mendapatkan persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan telah dihilangkan, dan pemerintah juga tidak lagi memberlakukan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap komoditas tersebut.

"Pemerintah sudah tidak lagi menerapkan BMAD untuk melindungi industri, terutama TPT, sejak perubahan kedua Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/2023 jo 7/2024 jo 8/2024," kata Jemmy.

Dampak Relaksasi Kebijakan

Jemmy menjelaskan bahwa produk TPT China yang masuk ke Indonesia kini benar-benar bersifat zero duty dan hanya dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN). Hal ini membuat produk China menjadi lebih kompetitif dibandingkan produk lokal. "Sedangkan kalau dikirim dari jastip segala kan enggak kena PPN," tegasnya.


Kekhawatiran akan melubernya barang ekspor China secara global yang diungkapkan oleh G-7 juga menjadi perhatian serius bagi industri tekstil Indonesia. Solusi yang diusulkan untuk mempermudah impor bahan baku dan membangun industri lokal menghadapi tantangan implementasi di lapangan, terutama terkait dengan kebijakan pemerintah yang cenderung mengurangi hambatan proteksi terhadap produk TPT impor. Tanpa langkah yang tepat dan tegas, industri tekstil Indonesia bisa semakin rentan terhadap praktik perdagangan dumping dari China.