Dalam satu dekade terakhir, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia terus mengalami penurunan daya saing. Situasi ini diperparah oleh terbitnya Permendag No. 8 tahun 2024 yang mempermudah aktivitas impor barang ke Indonesia. Menurut ekonom Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo, Ernoiz Antriyandarti, kebijakan relaksasi impor ini dapat berdampak signifikan terhadap sektor industri dalam negeri dan serapan tenaga kerja.
Penurunan Daya Saing
Ernoiz Antriyandarti menyoroti bahwa banyak kebijakan yang diberlakukan tanpa kajian yang mendalam, yang berpotensi merugikan publik karena tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat. "Apa sebenarnya target pemerintah dengan instrumen kebijakan ini? Menurunkan inflasi? Jika betul, berapa persen ekspektasinya, karena inflasi dan pengangguran merupakan trade off yang sulit dihindari," ujarnya dalam keterangan pers pada Minggu, 23 Juni 2024.
Menurut Ernoiz, relaksasi impor yang dilakukan untuk komoditas yang tidak berdaya saing tinggi, seperti tekstil dan produk tekstil, dapat memperparah penurunan daya saing industri dalam negeri. Hal ini akan memicu penutupan pabrik tekstil dan peningkatan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dampak Ekonomi dan Sosial
Penurunan daya saing industri tekstil juga berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat dan melambatnya indeks keyakinan industri. Ernoiz menekankan bahwa pemerintah harus lebih mengutamakan daya saing industri dalam negeri daripada tekanan atau pujian dari pemerintahan asing. Meskipun Indonesia sebagai anggota World Trade Organization (WTO) harus mendukung liberalisasi perdagangan, perlindungan terhadap produsen dalam negeri tetap harus diutamakan, terutama jika sektor tersebut sudah kehilangan daya saing.
Pemerintah perlu bersikap tegas dan membuat batasan agar kemudahan impor tidak menjadi bumerang bagi neraca perdagangan Indonesia yang saat ini surplus.
Kekhawatiran Asosiasi Tekstil
Senada dengan pandangan ekonom, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, mengungkapkan bahwa kebijakan baru dari Kementerian Perdagangan telah mulai dirasakan dampaknya oleh para pelaku industri tekstil di Indonesia. Dampak ini diprediksi akan semakin parah dalam beberapa waktu ke depan.
"Puluhan ribu kontainer yang masuk ke Indonesia secara legal karena dibuka oleh Permendag tersebut akan menghantam produk-produk industri tekstil dan garmen domestik kita," katanya. API memproyeksikan bahwa dalam satu tahun ke depan, jumlah kontainer yang masuk dapat mencapai 10.000 hingga 30.000 setiap bulan, jika kebijakan ini tetap diberlakukan.
Kebijakan relaksasi impor yang tertuang dalam Permendag No. 8 tahun 2024 menimbulkan kekhawatiran besar bagi industri tekstil dan produk tekstil di Indonesia. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampak negatif dari kebijakan ini terhadap daya saing industri dalam negeri dan mengambil langkah-langkah untuk melindungi produsen lokal serta tenaga kerja di sektor tersebut. Tanpa adanya langkah perlindungan yang tepat, industri tekstil Indonesia berisiko mengalami penurunan yang semakin parah, yang akan berdampak pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan