Pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia merupakan dampak dari banjirnya produk impor murah dari Tiongkok dan Thailand. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran serius bagi para pelaku industri tekstil lokal.
Penyebab PHK di Industri Tekstil
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengungkapkan bahwa impor TPT dari Tiongkok telah mempengaruhi suplai dan permintaan produk dalam negeri. Produk lokal kalah bersaing terutama dari segi harga, di mana produk Tiongkok mampu menembus pasar dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat Indonesia.
"Belum lagi produk dari Thailand yang mulai masuk ke pasar-pasar tradisional. Ini bisa mengulang sejarah runtuhnya batik Indonesia pada 1990-an akibat batik print dari Tiongkok. Produk TPT kita bisa terkapar karena produk impor ini," ujar Nailul Huda.
Implikasi Peraturan Impor Baru
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, yang merupakan perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, juga berperan dalam situasi ini. Peraturan baru ini merelaksasi aturan impor, sehingga barang impor bisa masuk dengan lebih mudah. Akibatnya, produsen dalam negeri harus bersaing dengan produk impor yang harganya lebih murah.
"Harga yang terbentuk di dalam negeri tertekan oleh biaya non-produksi yang cukup banyak, seperti izin dan pungutan liar. Dengan biaya produksi yang tinggi, produsen lokal harus bersaing dengan produk murah dari Tiongkok, ini menyebabkan kondisi mereka semakin sekarat," tambah Nailul Huda.
Penurunan Permintaan dari Pasar Ekspor
Selain masalah impor, pasar produk TPT terbesar Indonesia, yakni Amerika Serikat, juga mengalami penurunan permintaan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menyebabkan penurunan permintaan barang TPT dari Indonesia, memperburuk kondisi industri tekstil nasional.
Perlindungan Pasar dan Kebijakan Pemerintah
Pemerintah diharapkan untuk segera memberikan perlindungan bagi pasar dalam negeri dan menjaga stabilitas perekonomian. Salah satu kebijakan yang diusulkan adalah penerapan domestic utilization obligation policy yang ketat atas bahan baku impor, untuk mendorong penggunaan bahan baku lokal.
Dampak PHK di Industri Tekstil
Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat hampir 50.000 pekerja di industri TPT terkena PHK sejak Januari 2024 hingga awal Juni. Presiden KSPN, Ristadi, mengungkapkan bahwa banyak perusahaan tidak ingin diekspos karena khawatir akan mengganggu kepercayaan dari perbankan dan pembeli.
"Hampir 50.000 pekerja yang riil terdampak. Namun, banyak perusahaan tidak mau namanya diekspos karena akan mengganggu trust dari perbankan dan buyer," ujar Ristadi.
Gelombang PHK di industri tekstil Indonesia merupakan dampak dari berbagai faktor, termasuk banjirnya produk impor murah dari Tiongkok dan Thailand serta peraturan impor yang lebih longgar. Penurunan permintaan dari pasar ekspor utama seperti Amerika Serikat juga memperparah situasi. Untuk itu, diperlukan tindakan nyata dari pemerintah untuk melindungi industri lokal, menjaga stabilitas pasar, dan mencegah terjadinya PHK massal di masa depan.