Kebijakan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard terhadap impor kain dan karpet yang baru saja diundangkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 48/2024 dan PMK No. 49/2024, diharapkan mampu menghidupkan kembali industri tekstil dalam negeri. Aturan ini, yang mulai berlaku pada 9 Agustus 2024, dianggap sebagai langkah yang adil oleh para pelaku industri, meskipun banyak yang menganggap kebijakan ini sudah terlambat.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menyatakan bahwa pelaku usaha telah menunggu dua tahun sejak BMTP terakhir kali diberlakukan pada September 2022, namun tidak diperpanjang sejak saat itu. "Dengan kebijakan ini, harga impor akan naik sekitar 10-30%, yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk lokal," ujar Redma pada Kamis, 8 Agustus 2024.
Safeguard ini diterbitkan berdasarkan rekomendasi dari Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), dan Redma menilai tarif yang diberlakukan sudah cukup adil bagi para pelaku industri. Namun, ia juga mengkritik keterlambatan penerbitan kebijakan ini, yang menurutnya telah menyebabkan banyak pabrik kain di dalam negeri gulung tikar, dan dampaknya sangat dirasakan oleh sektor hulu tekstil, khususnya produsen serat.
Redma juga menyoroti pentingnya pelaksanaan kebijakan ini di lapangan. Ia menekankan bahwa BMTP harus diterapkan secara konsisten untuk memastikan perlindungan terhadap daya saing produk tekstil lokal. "Kami berharap kebijakan ini dapat mendorong industri dalam negeri untuk kembali membenahi struktur industri tekstil dan berkontribusi pada perekonomian nasional," tegasnya.
Namun, Redma juga mengingatkan akan potensi tantangan yang mungkin dihadapi, terutama jika kinerja buruk Bea Cukai dan Kementerian Keuangan terus berlangsung. Menurutnya, praktik impor borongan yang dilegalkan bisa mengancam efektivitas PMK ini, sehingga penting bagi semua pihak terkait untuk memastikan kebijakan ini dijalankan dengan baik.
Terkait kekhawatiran beberapa pihak mengenai dampak inflasi akibat kenaikan harga yang diakibatkan oleh BMTP, Redma menegaskan bahwa fokus utama seharusnya pada perlindungan industri lokal dan pengurangan dampak negatif dari impor murah, yang selama ini telah menurunkan daya beli masyarakat dan mengakibatkan hilangnya banyak lapangan pekerjaan. Kebijakan safeguard ini diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi kebangkitan kembali industri tekstil Indonesia, sekaligus memperbaiki kondisi ekonomi para pekerja di sektor tersebut.