Kondisi industri tekstil di Indonesia semakin tertekan. Data dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menunjukkan bahwa Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Agustus 2024 tetap berada di level ekspansi, yaitu 52,40. Namun, angka ini tidak menunjukkan peningkatan dari bulan sebelumnya, Juli 2024, dan justru lebih rendah dibandingkan Agustus 2023, yang tercatat di level 53,22. Dengan demikian, terdapat perlambatan sebesar 0,82 poin dalam satu tahun terakhir.
Menurut Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, dari 23 subsektor yang dihitung dalam IKI, sebanyak 20 subsektor berada pada level ekspansif. Sub-sektor-sub-sektor ini berkontribusi sebesar 94,6% terhadap PDB Pengolahan Nonmigas pada Triwulan II tahun 2024. Namun, terdapat tiga subsektor yang mengalami kontraksi, yakni industri tekstil, industri kertas dan barang kertas, serta industri pengolahan lainnya. Khususnya, industri tekstil mengalami kontraksi selama tiga bulan berturut-turut sejak diberlakukannya Permendag No 8/2024.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, mengungkapkan bahwa kondisi ini semakin memburuk sejak bulan Juli 2024. Beberapa perusahaan di sektor garmen mulai mengurangi produksi, yang juga berdampak pada Industri Kecil Menengah (IKM) di sektor hulu.
Terpukulnya industri tekstil di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh masuknya produk impor ilegal, yang menekan kemampuan industri lokal untuk bersaing. Pemerintah telah berupaya mendukung industri tekstil melalui berbagai kebijakan, namun dampak negatif dari impor ilegal tetap dirasakan.
"Tekstil terdampak signifikan karena impor. Oleh karena itu, penerapan nontariff barrier sangat mendesak, selain kebijakan tariff barrier seperti antidumping dan safeguard (tindakan pengamanan perdagangan). Kami juga berharap agar pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) untuk pakaian jadi segera diperpanjang, mengingat kebijakan tersebut akan berakhir pada November ini," ujar Jemmy.
Secara keseluruhan, industri tekstil di Indonesia menghadapi tantangan yang berat, dengan kondisi yang diperkirakan akan semakin sulit jika tidak ada intervensi yang efektif dari pemerintah untuk melindungi industri dalam negeri dari gempuran produk impor ilegal.