Pengadilan Negeri (PN) Surabaya baru saja menjatuhkan hukuman terhadap PT Soedali Sejahtera (PT SS) atas keterlibatannya dalam kasus pencemaran lingkungan. Dalam putusannya, Majelis Hakim memerintahkan perusahaan tersebut untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 48,03 miliar. Dana ini akan disetorkan ke kas negara dan dialokasikan untuk memulihkan lingkungan yang rusak akibat aktivitas PT SS.
Kasus ini berawal dari gugatan yang diajukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) setelah penyelesaian sengketa di luar pengadilan gagal mencapai kesepakatan. Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani, menyambut baik keputusan PN Surabaya, terutama karena hakim menggunakan prinsip "in dubio pro natura" yang memprioritaskan perlindungan lingkungan di atas kepentingan lainnya.
"Putusan ini memberikan pelajaran penting bagi industri agar tidak sembarangan mencemari lingkungan. KLHK akan terus menindak tegas para pelanggar yang merusak ekosistem dan mengancam kehidupan masyarakat," ujar Rasio Ridho Sani dalam keterangan resminya pada 18 September 2024.
Kasus PT SS juga memperlihatkan bagaimana KLHK berkomitmen menerapkan prinsip "polluter pays principle", yang menuntut perusahaan-perusahaan pencemar lingkungan untuk bertanggung jawab atas kerusakan yang mereka timbulkan. Gugatan KLHK terhadap PT SS didasarkan pada Pasal 87 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam pasal tersebut, pihak yang merusak lingkungan diwajibkan membayar ganti rugi.
Kasus ini didaftarkan oleh KLHK pada 27 Desember 2023 dan akhirnya diputus oleh PN Surabaya pada 11 September 2024. Dodi Kurniawan, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLHK, menegaskan bahwa keputusan ini menunjukkan keseriusan KLHK dalam menangani pelanggaran lingkungan dan menindak tegas pelaku pencemaran.
Putusan ini memberikan sinyal kuat kepada industri untuk lebih berhati-hati dalam operasionalnya, terutama yang berpotensi merusak lingkungan.