Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, merupakan pasar yang sangat menarik bagi banyak negara untuk memasarkan produk mereka. Salah satu negara yang paling dominan dalam ekspansi pasarnya ke Indonesia adalah China, yang produknya kini membanjiri pasar domestik Indonesia. Namun, derasnya produk impor ini tidak hanya berdampak positif bagi konsumen, tetapi juga memberikan tekanan serius terhadap industri lokal, termasuk sektor tekstil dan produk tekstil (TPT).

Sektor TPT Indonesia telah mengalami pukulan telak akibat masuknya produk impor dari China. Fenomena ini tidak hanya memunculkan kekhawatiran tentang keadilan perdagangan, tetapi juga memunculkan indikasi praktik dumping—di mana barang dijual dengan harga di bawah nilai pasar untuk mendominasi pasar.

Ketua Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), Danang Prasta Danial, menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap peredaran barang impor, baik yang masuk secara ilegal maupun produk yang berpotensi dumping. Menurutnya, pengawasan tersebut adalah langkah penting untuk melindungi industri lokal dari kerugian yang lebih besar akibat persaingan yang tidak sehat.

Hasil penyelidikan KADI telah membuktikan adanya indikasi dumping pada beberapa produk tekstil, termasuk serat polyester staple fiber (PSF). Berdasarkan temuan ini, KADI merekomendasikan penerapan bea masuk antidumping (BMAD) untuk produk-produk tersebut. BMAD diharapkan dapat menyeimbangkan harga pasar dan mengurangi tekanan pada produsen lokal.

Selain itu, ekonom senior dari INDEF, Tauhid Ahmad, juga mendukung penerapan BMAD. Menurutnya, langkah ini tidak hanya mencegah lonjakan impor produk asing, tetapi juga menjaga keberlangsungan industri dalam negeri. Produk asing yang masuk tanpa pengendalian yang tepat dapat merusak keseimbangan pasar, membuat produk lokal kalah bersaing baik dari segi harga maupun kualitas.

Namun, BMAD saja tidak cukup untuk melindungi industri tekstil Indonesia. Tauhid menekankan perlunya upaya yang lebih besar dalam mencegah masuknya produk ilegal yang memperparah kerugian industri lokal. Produk-produk ilegal ini sering kali masuk tanpa melalui prosedur resmi, sehingga menghindari pajak dan bea yang seharusnya dibayarkan. Praktik ini tidak hanya merugikan negara dari sisi penerimaan, tetapi juga menghancurkan daya saing industri tekstil nasional.

Penerapan kebijakan antidumping, pengawasan ketat terhadap impor ilegal, serta dukungan terhadap produsen lokal melalui berbagai insentif, menjadi langkah krusial dalam melindungi industri TPT Indonesia. Tanpa langkah-langkah ini, industri tekstil dalam negeri akan terus menghadapi tantangan berat dari produk impor, khususnya dari China, yang semakin mendominasi pasar.

Kesimpulan Tekanan terhadap industri tekstil Indonesia akibat banjirnya produk impor, terutama dari China, menuntut langkah-langkah perlindungan yang konkret. Penerapan BMAD dan pengawasan terhadap produk impor ilegal menjadi bagian penting dari upaya melindungi keberlanjutan industri lokal. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga terkait, dan pelaku industri diperlukan untuk menciptakan ekosistem perdagangan yang lebih adil dan berkelanjutan bagi sektor tekstil Indonesia.