Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) mengungkapkan penyebab utama penurunan kontribusi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, mengungkapkan bahwa tren serupa juga terjadi pada kontribusi industri pengolahan nonmigas atau manufaktur terhadap PDB yang mengalami penurunan signifikan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Menurut data, kontribusi sektor ini turun dari 25% pada tahun 2014 menjadi 18,67% pada tahun 2023.

Redma menjelaskan bahwa sektor TPT mengalami penurunan kontribusi terhadap PDB dari 2,2% menjadi 1,1% dalam periode yang sama. Hal ini mencerminkan adanya tren deindustrialisasi yang berdampak pada sektor manufaktur, khususnya industri TPT.

Padahal, program substitusi impor yang diinisiasi oleh Kementerian Perindustrian semula berjalan dengan baik. Kebijakan tersebut dirancang untuk mendorong industri hilir agar memanfaatkan bahan baku tekstil dari dalam negeri. Namun, Redma menyoroti bahwa program tersebut tidak didukung oleh kementerian atau lembaga lainnya, sehingga pasar domestik masih dibanjiri produk ilegal yang diimpor secara tidak sah.

Menurut Redma, daya saing industri TPT dalam negeri tidak dapat ditingkatkan karena tingginya biaya produksi, terutama dalam hal energi dan logistik. Produsen lokal sebelumnya telah meminta penurunan tarif listrik sebesar 30% bagi industri padat karya, termasuk sektor tekstil. Namun, insentif tersebut tidak dapat langsung direalisasikan karena terkait dengan persetujuan kementerian lain.

Redma menekankan bahwa hal utama yang perlu dibenahi oleh pemerintahan mendatang adalah pengentasan impor barang ilegal yang menghambat pertumbuhan industri TPT. Ia menyarankan agar pembenahan dimulai dari Direktorat Jenderal Bea Cukai yang dianggap sebagai sumber utama masalah impor ilegal, serta penurunan biaya energi, khususnya bagi industri yang menggunakan gas.

Lebih lanjut, Redma mengomentari isu susunan kabinet yang telah beredar menjelang pelantikan Presiden terpilih, Prabowo Subianto. Ia menyoroti beberapa pos kementerian, khususnya Kementerian Keuangan, yang dinilai sebagai salah satu penyebab utama deindustrialisasi dan kurangnya respons terhadap peningkatan angka PHK dan penutupan pabrik.

Redma pesimis jika Sri Mulyani kembali menjabat sebagai Menteri Keuangan. Menurutnya, hal tersebut akan membuat sektor manufaktur, khususnya TPT, semakin sulit untuk pulih. Sementara itu, ia menilai bahwa pos kementerian lainnya di bidang perekonomian masih berada di tangan orang-orang yang sesuai dengan kapasitasnya.

Dengan adanya tantangan dan kondisi ini, industri TPT di Indonesia membutuhkan perhatian serius dari pemerintah agar dapat mengatasi permasalahan yang menghambat daya saing dan pertumbuhannya.