Tren digitalisasi semakin meluas ke berbagai aspek kehidupan, namun dalam dunia fashion, penerapannya masih terbatas. Luri Renaningtyas, dosen Program Desain Fashion dan Tekstil (DFT) Universitas Kristen (UK) Petra, menjelaskan bahwa meski digitalisasi sudah merambah banyak sektor, dunia fashion masih banyak yang menggunakan teknik manual tanpa bantuan perangkat lunak 3D fashion.
Menurut Luri, situasi ini masih bisa dimaklumi karena teknologi tersebut tergolong baru, bahkan di negara-negara maju sekalipun. "Sebenarnya tidak masalah juga, karena hal ini masih tergolong baru. Bahkan di luar negeri pun, hal ini juga masih baru," ujar Luri pada Sabtu (19/10/2024).
Ia juga menambahkan bahwa perhatian terhadap digitalisasi di berbagai sektor, termasuk fashion, baru muncul setelah pandemi COVID-19 yang mengubah kebiasaan masyarakat. "Akhirnya mau tidak mau, kita harus menggunakan cara lain dengan memanfaatkan teknologi. Di dunia fashion, salah satunya adalah penggunaan perangkat lunak 3D fashion ini," jelasnya.
Tren digital fashion sendiri mulai berkembang di London dengan diselenggarakannya Digital Fashion Week. "Artinya, tren digital untuk dunia fashion ini lambat laun juga akan mengarah ke sana, meskipun belum masif saat ini," tambah Luri.
Luri berharap adanya workshop-workshop digitalisasi fashion yang berkelanjutan untuk membantu para desainer lebih akrab dengan teknologi. Menurutnya, ini penting untuk membantu bisnis dan industri fashion berkembang lebih jauh di masa depan. "Karena ini bisa membantu bisnis dan industri fashion untuk berkembang ke depannya," tutupnya.