Kondisi industri tekstil di Indonesia yang kian terpuruk mendorong pengusaha meminta adanya sinkronisasi kebijakan antar-kementerian. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma G. Wirawasta, menilai bahwa koordinasi antara kementerian, terutama Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Perdagangan, harus ditingkatkan agar kebijakan yang dibuat benar-benar mendukung industri tekstil dalam negeri.

Menurut Redma, meskipun Menteri Perindustrian Agus Gumiwang telah memahami kondisi industri, kebijakan yang dibuat oleh Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan kerap kali tidak selaras. Sebagai contoh, ia mengkritisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024 yang dinilai menjadi salah satu penyebab terpuruknya industri tekstil nasional. Permendag ini merupakan revisi dari Permendag sebelumnya yang awalnya bertujuan untuk membatasi impor namun kini malah melonggarkan impor sejumlah komoditas, termasuk tekstil, sehingga membebani industri lokal.

Redma juga menyoroti peran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di Kementerian Keuangan yang diduga masih memberikan ruang bagi impor ilegal. Selain itu, rencana kenaikan pajak dinilai akan menambah tekanan pada industri tekstil. Menurut Redma, pemulihan sektor manufaktur akan sangat bergantung pada restrukturisasi kebijakan di Kementerian Keuangan, terutama untuk mendukung pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

Redma juga menyarankan beberapa opsi untuk melindungi pasar domestik, antara lain penerapan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) dan bea masuk antidumping (BMAD) bagi tekstil impor. Di sisi lain, Redma juga berharap kebijakan harga gas bumi tertentu (HGBT) bagi industri tekstil dapat diperluas, yang harus mendapat persetujuan dari Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan.

Sementara itu, Ketua Indonesia Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Jawa Barat, Nandi Herdiaman, menekankan perlunya dukungan nyata dari pemerintah dalam melindungi industri manufaktur, khususnya tekstil, yang saat ini menghadapi persaingan ketat dari produk impor ilegal. Dengan sinkronisasi kebijakan dan langkah proteksi pasar, diharapkan industri tekstil nasional dapat kembali bangkit dan memulihkan daya saingnya di pasar domestik.