Industri petrokimia Indonesia, khususnya segmen bahan baku aromatik, tengah menghadapi tantangan akibat melemahnya industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) mencatat bahwa turunan aromatik, yang menjadi bahan baku utama industri tekstil, mengalami penurunan permintaan signifikan seiring dengan rendahnya utilisasi pabrik tekstil nasional, yang kini berada di bawah 50%.

Sekretaris Jenderal Inaplas, Fajar Budiyono, mengungkapkan bahwa penurunan ini berdampak nyata pada penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tekstil domestik, yang mulai menurun pada 2023 dan 2024. Lebih mengkhawatirkan, nilai PPN dari produk impor telah melampaui pajak yang diterima dari industri tekstil dalam negeri, menunjukkan dominasi produk impor di pasar domestik.

Dominasi Impor dan Dampaknya
Salah satu faktor utama yang memengaruhi industri tekstil adalah besarnya arus impor produk tekstil ke Indonesia. Produk impor ini, menurut Fajar, sering kali masuk melalui celah regulasi, seperti pelarian Harmonized System (HS) Code atau pelanggaran pembayaran PPN. Kondisi ini memberikan tekanan besar pada industri tekstil lokal yang sudah terpuruk.

Akibatnya, banyak pabrik tekstil dan garmen dalam negeri terpaksa tutup, mengakibatkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Data juga menunjukkan penurunan konsumsi listrik untuk sektor tekstil sebesar 23%, mencerminkan penurunan signifikan dalam volume produksi.

Peluang Pemulihan dan Relokasi Global
Di tengah tantangan ini, terdapat peluang pemulihan bagi industri tekstil nasional. Larangan terhadap produk tekstil dari China di beberapa negara membuka peluang bagi industri tekstil Indonesia untuk bersaing di pasar internasional. Namun, untuk memanfaatkan peluang ini, diperlukan langkah konkret dari pemerintah.

Fajar menyoroti pentingnya antisipasi menjelang momen Lebaran tahun depan, yang dapat menjadi pendorong permintaan tekstil domestik. Ia juga menekankan perlunya perlindungan terhadap industri hilir agar industri hulu, seperti petrokimia, dapat menjaga tingkat utilisasi di atas 60% – 70% yang kini sudah mulai tertekan.

Strategi Pemulihan Industri
Untuk memulihkan industri tekstil dan mendukung sektor petrokimia, beberapa langkah strategis perlu segera dilakukan:

Pengetatan Regulasi Impor
Pemerintah perlu memperkuat pengawasan terhadap arus impor, termasuk pelarian HS Code dan pelanggaran PPN. Regulasi yang tegas dapat mengurangi dominasi produk impor di pasar domestik.

Peningkatan Daya Saing Lokal
Mendorong modernisasi teknologi, efisiensi produksi, dan diversifikasi produk menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing industri tekstil dalam negeri.

Penguatan Pasar Domestik
Momentum Lebaran harus dimanfaatkan untuk mendorong konsumsi produk tekstil lokal melalui kampanye dan insentif.

Kolaborasi Pemerintah dan Industri
Pemerintah perlu bekerja sama dengan pelaku industri untuk menciptakan kebijakan yang mendukung keberlanjutan sektor tekstil dan petrokimia, termasuk insentif fiskal dan nonfiskal.

Pemulihan industri tekstil tidak hanya penting bagi sektor itu sendiri, tetapi juga memiliki dampak besar pada industri hulu seperti petrokimia. Dengan strategi yang tepat, industri tekstil nasional dapat bangkit, memberikan peluang baru bagi industri petrokimia untuk tumbuh, dan memperkuat struktur ekonomi manufaktur Indonesia.