Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025 menimbulkan kekhawatiran di kalangan produsen tekstil. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menyebutkan bahwa kebijakan ini berpotensi menambah beban biaya yang akhirnya dibebankan kepada konsumen.

Beban Tambahan bagi Produsen dan Konsumen
Redma menjelaskan, kenaikan PPN akan meningkatkan biaya pembelian bahan baku bagi produsen tekstil. Hal ini menjadi tantangan tambahan, terutama mengingat arus kas industri saat ini sudah cukup ketat. Dalam rantai distribusi, konsumen akhir akan menanggung kenaikan pajak sebesar 12 persen saat membeli produk tekstil.

Menurut analisis Yayasan Konsumen Tekstil Indonesia (YKTI), dampak kenaikan PPN ini signifikan. Direktur Eksekutif YKTI, Ardiman Pribadi, menyatakan bahwa dengan PPN 11 persen, beban pajak yang ditanggung konsumen akhir sudah mencapai 19,8 persen. Jika PPN naik menjadi 12 persen, beban konsumen akan meningkat hingga 21,6 persen dari harga barang sebenarnya.

Penurunan Daya Beli dan Risiko Kontraproduktif
Di tengah menurunnya daya beli masyarakat, kenaikan PPN dinilai berpotensi menurunkan konsumsi tekstil secara keseluruhan. Kondisi ini dapat mengakibatkan penurunan penjualan dalam industri tekstil, sehingga bertentangan dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara melalui PPN.

Alternatif Solusi: Pemberantasan Impor Ilegal
Sebagai alternatif kebijakan, YKTI menyarankan pemerintah untuk fokus memberantas impor ilegal. Berdasarkan data selisih perdagangan tekstil dan produk tekstil (TPT) selama lima tahun terakhir, potensi kehilangan penerimaan negara dari barang impor ilegal mencapai Rp 46 triliun. Nilai barang yang masuk tanpa membayar bea masuk, PPN, dan Pajak Penghasilan (PPh) diperkirakan mencapai US$ 7,2 miliar atau sekitar Rp 106 triliun.

Ardiman menambahkan, pemberantasan impor ilegal dapat menambah penerimaan negara hingga Rp 9 triliun per tahun tanpa harus menaikkan PPN. Langkah ini tidak hanya menguntungkan negara tetapi juga dapat mendorong persaingan yang lebih sehat bagi industri tekstil domestik.


Kenaikan PPN menjadi 12 persen diprediksi akan membawa dampak signifikan bagi produsen dan konsumen tekstil, mulai dari meningkatnya biaya hingga penurunan daya beli masyarakat. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah perlu mempertimbangkan solusi alternatif seperti pemberantasan impor ilegal, yang tidak hanya efektif meningkatkan penerimaan negara tetapi juga menjaga stabilitas industri tekstil nasional.