Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang melanda industri tekstil dan produk tekstil (TPT) kembali menjadi sorotan, terutama akibat maraknya impor ilegal. Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer, menegaskan pentingnya semua pihak bekerja sama untuk mengatasi masalah ini demi melindungi kehidupan buruh dan keberlangsungan industri.

"Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) mengeluhkan bahwa impor ilegal memperparah kondisi industri TPT. Keluhan ini harus dicermati dengan bijaksana. Jika terbukti benar, semua pihak harus bersinergi untuk menuntaskan persoalan ini," ujar Wamenaker Immanuel di Jakarta, Rabu (18/12).

Impor Ilegal Picu Gelombang PHK dan Deindustrialisasi
Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, menyampaikan bahwa sejak dua tahun terakhir, impor ilegal telah membanjiri pasar domestik. Kondisi ini menyebabkan penutupan 60 pabrik tekstil dan mengakibatkan 250.000 pekerja kehilangan pekerjaan hingga tahun 2024.

Redma menjelaskan bahwa saat pandemi COVID-19 pada tahun 2021, impor dari China sempat dihentikan karena kebijakan lockdown. Namun, setelah pembatasan tersebut dicabut, produk ilegal kembali masuk dalam jumlah besar, merusak pasar lokal.

Tidak hanya berdampak pada industri TPT, impor ilegal juga melemahkan industri petrokimia, terutama bahan baku utama tekstil seperti Purified Terephthalic Acid (PTA). Hal ini, menurut APSyFI, mengarah pada deindustrialisasi yang mengancam keberlanjutan sektor industri secara keseluruhan.

Langkah Pemerintah Melawan Penyelundupan
Meskipun Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tidak memiliki wewenang untuk menindak impor ilegal, Wamenaker Immanuel mendukung upaya koordinasi lintas sektor. "Kami hanya bisa memastikan keluhan ini diperhatikan. Jika benar, semua pihak harus bekerja sama mengakhiri impor ilegal yang melemahkan lapangan kerja," tegasnya.

Sejalan dengan itu, pemerintah melalui Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan telah menunjukkan hasil nyata. Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam), Budi Gunawan, mengungkapkan bahwa dalam periode 4–11 November 2024, telah dilakukan 283 tindakan penindakan penyelundupan berbagai komoditas, termasuk tekstil.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga melaporkan bahwa sepanjang Januari hingga November 2024, ada 12.490 penindakan impor ilegal dengan nilai barang mencapai Rp4,6 triliun. Untuk ekspor ilegal, telah dilakukan 382 penindakan dengan nilai barang mencapai Rp255 miliar.

Harapan untuk Industri Tekstil
Dengan tindakan tegas terhadap penyelundupan dan komitmen lintas sektor, diharapkan impor ilegal dapat ditekan sehingga pasar lokal kembali pulih. Langkah ini menjadi krusial untuk mencegah lebih banyak PHK, memulihkan lapangan kerja, dan menjaga keberlangsungan industri TPT sebagai salah satu pilar ekonomi nasional.

“Kolaborasi yang kuat antara pemerintah, asosiasi industri, dan pihak terkait sangat penting untuk melindungi pekerja dan menciptakan iklim industri yang lebih sehat,” pungkas Wamenaker Immanuel.