Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri tekstil, termasuk di Kota Tegal. Jamal Alkatiri, pemilik PT. Asaputex Jaya, yang telah mengekspor produknya hingga ke Timur Tengah, menyampaikan bahwa kebijakan ini memberatkan pengusaha di sektor tersebut.

Menurut Jamal, kenaikan PPN ini memperbesar beban biaya produksi hingga 20-30%, terutama bagi pelaku usaha yang bergantung pada daya listrik tinggi. "PPN 12 persen sangat memberatkan, terlebih kami sebagai pelaku industri yang menggunakan daya listrik lebih dari 6.600 VA," ujar Jamal saat ditemui di kantornya. Ia menambahkan bahwa kenaikan ini terasa bertubi-tubi, mengingat pelaku usaha di Pantura juga harus menghadapi kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) sebesar 6-7%.

Jamal tidak mempersoalkan kenaikan UMK karena dianggap sebagai kewajiban, tetapi ia menganggap kenaikan PPN sebagai langkah yang kurang tepat. Kebijakan tersebut dinilai tidak mempertimbangkan kondisi pengusaha yang sudah terbebani.

Selain itu, Jamal mengungkapkan bahwa masuknya tekstil ilegal melalui jalur selundupan menjadi ancaman serius bagi industri dalam negeri. Ia menyoroti pentingnya pengawasan dan penindakan tegas terhadap barang ilegal agar tidak memperburuk situasi bagi para pelaku industri tekstil di Pantura.

Jamal mendesak pemerintah untuk meninjau ulang kenaikan PPN ini. Ia khawatir kebijakan tersebut justru akan menjadi bumerang, memaksa banyak pelaku usaha gulung tikar. "Jika aturan ini terus diberlakukan, banyak pelaku usaha yang akan kesulitan melangsungkan bisnisnya," tutup Jamal.

Kenaikan PPN 12% ini menjadi ujian berat bagi industri tekstil, terutama di wilayah Pantura. Jika tidak ada kebijakan mitigasi atau insentif dari pemerintah, sektor ini berpotensi mengalami perlambatan signifikan, mengancam keberlangsungan usaha serta lapangan kerja di daerah tersebut.