Sepanjang tahun 2024, lebih dari 80 ribu tenaga kerja di Indonesia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), meningkat signifikan dibandingkan 57.923 pekerja pada periode yang sama tahun sebelumnya. Lonjakan ini menjadi alarm bagi berbagai sektor industri, terutama tekstil, yang menjadi salah satu sektor paling terdampak.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, mencatat bahwa 14 perusahaan tekstil telah melakukan PHK terhadap 13.061 tenaga kerja sejak tahun lalu hingga awal Desember 2024. Selain itu, sebanyak 34 pabrik tekstil dilaporkan gulung tikar meskipun data lengkap jumlah pekerja yang terdampak belum tersedia.

“Perusahaan tekstil yang statusnya kritis semakin banyak. Kami sedang berdiskusi dengan para pemangku kepentingan untuk menciptakan langkah mitigasi,” ujar Immanuel.

Direktur Kelembagaan dan Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial, Heru Widianto, menyebut sebagian pekerja yang terkena PHK telah kembali terserap di pasar kerja, namun banyak dari mereka tidak lagi bekerja di sektor yang sama.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azzam, menyoroti dampak melemahnya ekonomi global, sisa efek pandemi Covid-19, dan derasnya produk impor yang masuk ke Indonesia sebagai penyebab utama PHK massal. Data Apindo menunjukkan bahwa 108 ribu karyawan terkena PHK sepanjang 2024, terutama di sektor padat karya seperti alas kaki.

Selain PHK, Apindo juga mencatat tiga juta orang berhenti membayar BPJS Kesehatan, mencerminkan kesulitan ekonomi yang dirasakan masyarakat. Penelitian Litbang Universitas Indonesia menemukan bahwa dari 17 sektor industri unggulan, hanya enam sektor yang mencatat pertumbuhan positif, sementara lainnya mengalami tekanan hebat.

Industri Tekstil: Deindustrialisasi dan Impor Ilegal

Industri tekstil, yang menjadi salah satu sektor padat karya utama, mengalami pukulan berat akibat deindustrialisasi yang berlangsung selama 10 tahun terakhir. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, mengungkapkan bahwa 60 perusahaan tekstil di sektor hilir dan tengah tutup sejak 2022 hingga 2024.

“Sekitar 250 ribu pekerja di sektor tekstil telah kehilangan pekerjaan,” ungkap Redma. Ia menegaskan bahwa salah satu penyebab utama adalah masuknya impor ilegal tanpa pengawasan yang memadai. Impor ini merusak utilisasi industri lokal dan memberi dampak negatif pada sektor pendukung seperti listrik dan logistik.

Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah nyata untuk mengendalikan laju impor dan melindungi industri tekstil domestik. Tanpa tindakan cepat, lonjakan PHK dan penutupan perusahaan dapat terus meningkat, mengancam kestabilan ekonomi dan sosial di Indonesia.