Pasar produk tekstil dan garmen domestik semakin terancam oleh membanjirnya produk impor, khususnya dari Cina. Kondisi ini diperparah dengan stagnasi daya beli masyarakat, sehingga industri tekstil dalam negeri menghadapi tekanan besar yang berpotensi memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.
Andry Satrio Nugroho, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), menyoroti bahwa kontribusi industri tekstil terhadap perekonomian nasional mencapai 0,9 persen. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sektor ini menunjukkan penurunan, kalah bersaing dengan industri logam dasar yang sedang berkembang pesat.
"Industri tekstil merupakan industri padat karya yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Jika impor terus dibiarkan tanpa pengendalian, dampaknya terhadap industri dalam negeri akan semakin parah," jelas Andry.
Ia mencatat bahwa pembukaan keran impor tekstil dari Cina telah meningkatkan angka PHK di sektor ini hingga 10 persen. Meski angka pengangguran terbuka yang dirilis BPS menunjukkan penurunan, INDEF mencatat adanya peningkatan angka setengah menganggur dari 6 persen menjadi 8 persen.
Perlunya Revisi Kebijakan Impor
Andry menekankan pentingnya merevisi Permendag Nomor 8 agar impor lebih selaras dengan mekanisme suplai dan permintaan dalam negeri. Selain itu, ia mengusulkan peningkatan status Satuan Tugas (Satgas) Impor di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dari tingkat direktur jenderal menjadi setingkat menteri, atau bahkan langsung di bawah presiden.
"Dengan payung hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres), Satgas Impor bisa bekerja lebih efektif, termasuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk membongkar praktik mafia impor," tambahnya.
Satgas Impor diharapkan dapat menginvestigasi produk-produk impor, terutama untuk memastikan apakah produk tersebut mendapat subsidi dari negara asal. Instrumen seperti Komite Anti Dumping dan Komite Pengawasan Perdagangan di Kemendag juga perlu dioptimalkan untuk mengawasi praktik perdagangan yang merugikan industri dalam negeri.
Komitmen Pemerintah dalam Mendukung Industri Tekstil
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga kelangsungan industri tekstil dalam negeri. Dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto, pemerintah membahas tantangan yang dihadapi sektor ini, termasuk situasi pailit yang dialami oleh PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex).
"Presiden memberikan arahan agar perusahaan tetap berjalan dan akan dilakukan koordinasi dengan kurator untuk menangani status hukum Sritex," jelas Airlangga.
Menindak Impor Ilegal
Praktik impor ilegal, seperti penyelundupan dan manipulasi kode Harmonized System (HS), menjadi masalah serius yang merugikan industri tekstil nasional. Oleh karena itu, Andry mendukung pembentukan Satgas Impor di bawah presiden untuk menindak tegas pelaku importasi ilegal.
Langkah-langkah ini diharapkan mampu mengendalikan arus impor, melindungi industri tekstil dalam negeri, dan menjaga lapangan kerja bagi jutaan tenaga kerja yang bergantung pada sektor ini. Pemerintah perlu bergerak cepat agar ancaman terhadap industri tekstil dapat segera diatasi dan sektor ini kembali menjadi tulang punggung ekonomi nasional.