Impor ilegal, khususnya tekstil dan produk tekstil seperti pakaian jadi, telah menjadi ancaman besar bagi kelangsungan sektor industri di Indonesia. Tanpa langkah kebijakan yang strategis dan tepat, ancaman ini berpotensi semakin menekan industri manufaktur, memperburuk kondisi ekonomi, dan memicu gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang meluas hingga tahun 2025.

Krisis Industri Manufaktur
Data terbaru menunjukkan bahwa sektor manufaktur Indonesia tengah menghadapi tantangan berat. Berdasarkan laporan dari S&P Global, Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur Indonesia mencatatkan kontraksi selama lima bulan berturut-turut, menandakan penurunan permintaan barang yang signifikan. Kondisi ini mengakibatkan penurunan produksi secara drastis dan menggerus belanja bahan baku.

Dampaknya sudah dirasakan secara langsung oleh para pekerja. Hingga awal Desember 2024, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat lebih dari 80 ribu pekerja terkena PHK. Selain itu, lebih dari 60 perusahaan kini dilaporkan berpotensi melakukan PHK lanjutan jika situasi ini terus berlanjut.

Pengaruh Kebijakan Impor terhadap Industri Lokal
Salah satu faktor yang memperburuk situasi adalah kebijakan baru yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024. Kebijakan ini bertujuan mempercepat proses impor barang dengan menghapuskan persyaratan pertimbangan teknis untuk beberapa komoditas. Namun, langkah ini justru mempercepat masuknya barang impor ilegal yang mengancam industri domestik.

Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer, menyatakan bahwa kebijakan ini memberikan dampak besar terhadap pelemahan sektor industri dan lonjakan PHK. "Ini mengerikan sekali, sekitar 60 perusahaan yang akan melakukan PHK. Ini bisa menjadi masalah besar jika tidak segera ditangani," ujarnya dalam sebuah wawancara.

Ancaman Kelangsungan Industri dan Tenaga Kerja
Masuknya tekstil ilegal bukan hanya menggerus pangsa pasar produk lokal tetapi juga menurunkan daya saing industri nasional. Industri manufaktur yang sudah menunjukkan tanda-tanda kontraksi kini menghadapi risiko yang lebih besar untuk bertahan. Jika situasi ini dibiarkan, Indonesia dapat mengalami gelombang deindustrialisasi yang mengancam keberlanjutan ekonomi.

Di sisi lain, tekanan terhadap industri manufaktur juga memengaruhi kehidupan ribuan pekerja yang kehilangan pekerjaan mereka. Dengan semakin banyak perusahaan yang kesulitan bertahan, jumlah tenaga kerja yang terkena dampaknya diperkirakan akan terus meningkat.

Langkah Strategis yang Dibutuhkan
Untuk mengatasi ancaman ini, pemerintah perlu segera mengevaluasi kebijakan yang mendukung percepatan impor barang. Kebijakan yang lebih selektif dan protektif terhadap industri lokal sangat diperlukan untuk mengurangi tekanan pada sektor manufaktur.

Selain itu, penegakan hukum yang lebih tegas terhadap praktik impor ilegal harus menjadi prioritas. Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap rantai distribusi barang impor untuk memastikan tidak ada pelanggaran yang merugikan industri domestik.

Dengan langkah yang cepat dan tepat, diharapkan industri manufaktur dapat pulih dari krisis ini, menjaga keberlanjutan ekonomi, dan melindungi hak tenaga kerja di Indonesia.