Ekspor tekstil Indonesia mencatat kenaikan signifikan, mencapai US$1,02 miliar per Februari 2025 atau naik 1,41 persen dibanding bulan sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa lonjakan ini didorong oleh meningkatnya pesanan dari Amerika Serikat, yang menjadi salah satu pasar utama tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia.

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa salah satu komoditas utama yang berkontribusi terhadap kenaikan ekspor adalah pakaian dan aksesorinya berbasis rajutan (HS 61). Produk ini masuk dalam tiga besar komoditas ekspor Indonesia ke AS, dengan peningkatan nilai ekspor TPT ke negara tersebut sebesar US$17,4 juta atau naik 4,13 persen dibanding Januari 2025.

Di sisi lain, impor tekstil mengalami penurunan yang cukup tajam. Secara keseluruhan, impor TPT turun 20,74 persen secara month-to-month (mtm), dengan nilai impor mencapai US$606,8 juta. Salah satu faktor utama penurunan ini adalah berkurangnya impor dari China, yang anjlok sebesar US$141,1 juta atau 36,60 persen dibanding bulan sebelumnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani turut menyoroti tren positif di industri tekstil nasional. Ia menyebut sektor ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 4,3 persen sepanjang 2024, berbanding terbalik dengan penurunan 2 persen yang terjadi pada 2023. Bahkan, di awal 2025, ekspor TPT tetap mencatat pertumbuhan positif sebesar 3,8 persen.

Sri Mulyani menekankan bahwa kinerja industri manufaktur, termasuk sektor tekstil, menunjukkan ketahanan yang kuat meskipun menghadapi berbagai tantangan global. Ia menambahkan bahwa industri berbasis tenaga kerja seperti tekstil, alas kaki, serta sektor logam dasar dan elektronik tetap mampu tumbuh, menjadi landasan optimisme bagi perekonomian nasional.

Dengan tren ekspor yang terus meningkat serta penurunan impor yang signifikan, industri tekstil Indonesia memiliki peluang besar untuk semakin berkembang dan memperkuat daya saingnya di pasar global.