Rencana pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) oleh Presiden Prabowo Subianto menuai beragam respons, terutama dari kalangan pengusaha tekstil. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana, menyatakan bahwa meskipun gagasan ini lahir dari niat baik untuk mencegah PHK massal, perlu kewaspadaan agar pelaksanaannya tidak menjadi alat kriminalisasi terhadap pelaku usaha. Ia menekankan pentingnya memahami regulasi yang telah ada, khususnya hasil kesepakatan tripartit antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah, dalam menangani hubungan industrial.

Menurut Danang, kekhawatiran utama terletak pada kemungkinan bergesernya fungsi Satgas dari pencegahan PHK menjadi alat audit keuangan atau bahkan pemidanaan pengusaha. Pergeseran ini dapat menciptakan ketakutan baru di kalangan dunia usaha, sehingga berpotensi menghambat ekspansi dan keberlangsungan bisnis, terutama di sektor padat karya. Ia menegaskan bahwa keberadaan Satgas tidak boleh tumpang tindih dengan lembaga lain yang memiliki fungsi serupa, agar tidak menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum di kalangan pengusaha.

Danang mengingatkan bahwa dunia usaha dan pekerja merupakan dua sisi mata uang yang saling bergantung. Meskipun dalam praktiknya hubungan industrial kerap menemui kendala, penyelesaiannya harus mengedepankan semangat saling pengertian. Ia mencontohkan bahwa PHK tidak selalu merupakan akibat langsung dari niat pengusaha, melainkan bisa terjadi karena konflik internal atau masalah keuangan seperti yang dialami PT Yihong, Yamaha Music, maupun Sritex yang menghadapi gugatan pailit.

Pembentukan Satgas PHK menjadi salah satu kebijakan yang diumumkan Presiden Prabowo saat memperingati Hari Buruh Internasional, 1 Mei 2025. Presiden menyatakan komitmennya untuk melindungi para pekerja dari PHK semena-mena dan menegaskan bahwa negara akan turut campur tangan bila diperlukan. Selain Satgas PHK, Prabowo juga mengumumkan pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional serta mendorong percepatan pengesahan berbagai undang-undang yang mendukung pekerja.

Namun, lonjakan data PHK awal tahun ini memperlihatkan besarnya tantangan yang dihadapi dunia kerja. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 18.610 pekerja terkena PHK selama Januari hingga Februari 2025. Jawa Tengah menjadi wilayah dengan angka PHK tertinggi, mencapai 10.677 orang hanya dalam bulan Februari, padahal tidak ada laporan PHK di provinsi ini pada Januari. Provinsi lain yang mengalami peningkatan signifikan antara lain Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Banten.

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa kondisi hubungan industrial saat ini memang membutuhkan perhatian khusus. Namun, langkah penyelesaian perlu dirancang secara bijak agar tidak menciptakan efek samping negatif terhadap iklim investasi dan kegiatan usaha. Perlu keseimbangan antara perlindungan terhadap pekerja dan keberlangsungan bisnis, agar upaya menciptakan keadilan sosial tidak menjadi beban tambahan bagi para pelaku usaha yang sedang berjuang mempertahankan bisnisnya.