Museum Tekstil Jakarta kembali menyajikan kekayaan budaya Indonesia lewat pameran bertajuk Catur Kultur pada Wastra Indonesia, yang menampilkan 98 wastra langka sebagai bukti akulturasi budaya dari China, India, Islam, dan Eropa. Berlangsung selama satu bulan penuh, pameran ini menjadi panggung bagi berbagai bentuk kain tradisional seperti kain panjang, sarung, selendang, ikat kepala, hingga kain tokwi khas warga Tionghoa, yang kini jarang ditemukan.

Pameran ini bukan sekadar unjuk rupa keindahan kain, namun menjadi bentuk nyata pelestarian warisan budaya dan penguatan identitas bangsa. Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, M. Miftahulloh Tamary, menekankan bahwa warisan budaya seperti wastra tradisional memuat filosofi mendalam dari tiap daerah di Indonesia. Di balik ragam warna dan motifnya, terkandung cerita dan makna yang menjadi identitas budaya bangsa.

Keberagaman yang ditampilkan dalam pameran ini mencerminkan betapa akulturasi budaya tidak mengikis jati diri budaya lokal, tetapi justru memperkaya kekayaan warisan bangsa. Hal itu ditegaskan oleh Ketua Umum Himpunan Wastraprema, Neneng Iskandar. Ia menyampaikan bahwa motif-motif dalam wastra Indonesia merupakan hasil adaptasi kreatif dari pengaruh luar yang diolah masyarakat secara khas.

Motif naga, burung hong, bunga peony, dan simbol keberuntungan dari kebudayaan China banyak ditemukan dalam wastra, khususnya yang terinspirasi dari keramik China yang tersebar di Nusantara. Sementara itu, pengaruh India tercermin dari motif patola yang menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, serta struktur desain kain yang menyerupai pola tradisional India tersebut.

Pengaruh Islam terlihat dalam penggunaan kaligrafi dan simbol religius seperti masjid dalam batik dan sulaman. Hal ini menambah dimensi spiritual dan identitas agama dalam motif wastra. Tidak kalah menarik, unsur budaya Eropa pun turut memberi warna, seperti lambang kerajaan, malaikat, dan cupid yang banyak ditemukan dalam kain tenun dari Indonesia Timur.

Museum Tekstil, sebagai institusi pelestari budaya wastra, terus menjalankan perannya dalam menyebarkan pengetahuan dan membangkitkan apresiasi masyarakat terhadap kain tradisional Indonesia. Kepala Unit Pengelola Museum Seni, Sri Kusumawati, berharap kehadiran pameran ini menjadi inspirasi terutama bagi generasi muda untuk mencintai dan melestarikan warisan budaya bangsa melalui wastra.

Pameran ini menjadi pengingat bahwa warisan budaya tidak hanya harus dilestarikan, tetapi juga dipahami maknanya dan dijadikan sumber inspirasi dalam kehidupan modern. Melalui wastra, Indonesia tidak hanya mengenang masa lalu, tetapi juga merayakan identitasnya yang kaya dan majemuk.