Majelis Rayon KAHMI Tekstil menyampaikan aspirasi kepada DPR RI untuk mendesak percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertekstilan. Dalam pertemuan yang berlangsung pada Senin, 16 Juni 2025, bersama anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia dan Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, KAHMI Tekstil menyoroti pentingnya payung hukum yang komprehensif bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional.

Direktur Eksekutif KAHMI Tekstil, Agus Riyanto, menyatakan bahwa alumni HMI dari kampus tekstil Bandung memiliki komitmen jangka panjang dalam memperjuangkan pembangunan industri tekstil Indonesia. Menurutnya, upaya memperkuat industri tekstil nasional merupakan bagian dari kontribusi alumni terhadap pembangunan ekonomi negara.

Ahmad Doli Kurnia menyambut baik langkah KAHMI Tekstil dan menegaskan bahwa Indonesia memiliki potensi pasar domestik yang besar dengan jumlah penduduk lebih dari 280 juta jiwa. Ia mengingatkan bahwa pasar tekstil nasional harusnya dapat dikuasai oleh produksi dalam negeri, bukan dibanjiri produk impor. Bahkan, ia menyayangkan sejumlah produk seperti kain ihram untuk ibadah haji dan umrah yang justru masih didominasi oleh barang impor, padahal permintaannya sangat tinggi setiap tahun.

Sementara itu, Redma Gita Wirawasta, selaku Ketua Umum APSyFI dan Presidium KAHMI Tekstil, menekankan bahwa ketiadaan regulasi khusus membuat industri tekstil nasional tidak memiliki arah yang jelas. Ia menyebutkan bahwa saat ini sering terjadi tumpang tindih regulasi antar kementerian dan kebijakan yang hanya bersifat temporer.

Menurutnya, pemerintah perlu hadir secara serius dalam membangun industri tekstil dengan menciptakan regulasi yang tegas dan roadmap jangka panjang. Redma juga menyoroti persoalan impor ilegal yang semakin memperburuk persaingan di pasar dalam negeri, yang pada akhirnya menghambat investasi, khususnya di sektor hulu industri tekstil.

KAHMI Tekstil dalam kesempatan itu juga mengajukan sejumlah usulan strategis untuk membangun kembali kekuatan industri tekstil nasional. Usulan tersebut antara lain mencakup penguatan kebijakan perdagangan domestik, pemberantasan impor ilegal, penerapan tarif dan bea masuk antidumping, serta penguatan Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi wajib dan sertifikasi halal untuk produk tekstil.

Lebih lanjut, mereka juga mendorong peningkatan daya saing industri melalui penyediaan energi hijau yang terjangkau, peningkatan kualitas tenaga kerja, pemberian insentif fiskal dan pembiayaan, hingga investasi BUMN di sektor hulu tekstil dan petrokimia. Tak kalah penting, KAHMI Tekstil juga menekankan perlunya dukungan terhadap lembaga riset dan pengembangan untuk menciptakan inovasi berkelanjutan dalam industri ini.

Desakan ini menjadi sorotan penting bagi DPR dan pemerintah agar tidak menunda lagi kehadiran regulasi strategis dalam bentuk RUU Pertekstilan, sebagai fondasi kuat untuk merevitalisasi dan melindungi industri tekstil nasional di tengah tantangan global dan serbuan barang impor.