Lonjakan impor produk dari Cina ke Indonesia terus menjadi perhatian serius. Terlebih setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada April 2025 kembali menerapkan tarif tinggi kepada Cina, memaksa Negeri Tirai Bambu mengalihkan ekspornya ke negara lain, termasuk Indonesia. Data Bea-Cukai Cina mencatat nilai impor Indonesia dari Cina sepanjang Januari–Mei 2025 mencapai US$ 33,45 miliar atau sekitar Rp 544,6 triliun, naik 16,8 persen dibanding periode sama tahun lalu.

Kekhawatiran pun muncul. Dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memperingatkan bahwa produk-produk yang sebelumnya ditujukan ke pasar Amerika berpotensi menyerbu pasar Indonesia. Pemerintah, melalui trade remedies seperti bea masuk antidumping dan safeguard, mulai menyiapkan langkah-langkah pengamanan.

Namun, pelaku industri menilai pemerintah bergerak terlalu lambat. Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, menilai pemerintah terlalu fokus bernegosiasi dengan Amerika, sehingga tidak cukup sigap menghadapi limpahan barang Cina yang membanjiri pasar domestik. Sebelumnya, pemerintah pernah menerapkan bea masuk antidumping terhadap impor ubin keramik Cina, terbukti efektif membendung praktik dumping.

Selain itu, kebijakan safeguard sempat diberlakukan untuk impor kain dan tekstil lainnya. Namun, kebijakan ini dinilai belum menyeluruh karena tidak mencakup produk garmen dan pakaian jadi yang juga terdampak berat oleh impor.

Upaya pemerintah juga meliputi revisi regulasi, seperti Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 yang dinilai mempermudah banjir impor. Kini, Kementerian Koordinator Perekonomian sedang menyiapkan paket kebijakan deregulasi bersama kementerian terkait, termasuk sembilan aturan baru tentang impor, yang diharapkan dapat memberikan kendali lebih besar terhadap arus barang masuk.

Langkah lainnya adalah menghidupkan kembali wacana Undang-Undang Pertekstilan yang mangkrak sejak 2016. Draf terbaru mengusulkan pembentukan kementerian atau lembaga khusus yang bertanggung jawab atas sektor tekstil dari hulu ke hilir, termasuk regulasi ekspor-impor dan pelindungan kekayaan intelektual.

Untuk menanggulangi praktik transshipment—pengalihan pelabuhan untuk menghindari tarif—pemerintah menerbitkan aturan ketat terkait ketentuan asal barang. Importir kini diwajibkan menunjukkan surat keterangan asal (SKA), dan bila tidak, mereka akan dikenai bea masuk tindakan pengamanan.

Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap praktik manipulasi asal barang dan penerapan tegas terhadap kebijakan safeguard. Ia juga mendorong transformasi industri melalui digitalisasi dan efisiensi, serta menghidupkan kembali kampanye “Bangga Buatan Indonesia” sebagai gerakan nasional.

Tantangan di depan tak ringan. Derasnya arus barang dari Cina adalah cerminan dari ketidaksiapan sistem perdagangan dan industri nasional menghadapi tekanan global. Di tengah kompetisi yang semakin ketat, negara tak bisa hanya menjadi penonton. Ia harus hadir sebagai pelindung dan penggerak utama untuk menjaga kedaulatan ekonomi bangsa.