Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) terus mendukung upaya pemerintahan yang dipimpin Presiden Prabowo untuk mengurangi ketergantungan terhadap barang impor baik importasi yang bersifat konsumsi maupun barang setengah jadi yang digunakan sebagai bahan baku.

Ketua Umum (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menyampaikan bahwa komitmen substitusi impor yang terimplementasi dalam kebijakan pemerintah akan secara otomatis meningkatkan kinerja industri. “Tapi sebaliknya, kalau itu hanya omon-omon maka kondisi kinerja industri juga akan turun, jadi tidak perlu menjadikan kondisi eksternal global sebagai alasan karena faktor dominan justru ada di kebijakan kita sendiri” tegasnya.

Redma menyoroti penunjukan Letjen Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal (DirJend) Bea Cukai yang menjadi tonggak komitmen Presiden Prabowo untuk menyelesaikan persoalan maraknya importasi ilegal. “Memang harus dari militer, mengingat mafia impor ini sudah terlalu kuat dan terus merajalela, kami mendukung penuh beliau dan siap membantu” ucapnya.

Terkait kebijakan lain, Redma meminta Presiden juga untuk segera menyelesaikan permasalahan kuota impor tekstil yang menurutnya juga ada mafianya di kementerian terkait. “Memang disatu sisi industri memerlukan mekanisme Tata Niaga melalui Persetujuan Impor (PI) dan Pertimbangan Teknis (Pertek) sebagai perlindungan, tapi disisi lain hal ini juga menjadi masalah karena menjadi penyebab kerusakan moral di kementerian-kementerian terkait karena menjadi mainan oknum birokrasi” jelas Redma

“Maka wajar kalau kebijakan seperti anti dumping atau safeguard ditentang oleh oknum birokrasi, karena menggangu permainan mereka bersama importir nakal yang selama ini menikmati fasilitas kuota berlebih” ungkap Redma. APSyFI menenggarai adanya penolakan beberapa K/L terhadap rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) terkait Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap produk benang filament POY-DTY asal China adalah karena pengaruh kuat dari jejaring mafia impor kuota tekstil ini.

Rendahnya pertumbuhan industri tekstil pun tak luput dari sorotan Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Rayon Tekstil. Direktur Eksekutif KAHMI Rayon Tekstil, Agus Riyanto mengaku bahwa pihaknya pernah menyurati Menteri Perindustrian terkait turunnya kinerja industri sebagai akibat pemberian kuota impor yang tidak transparan dan cenderung ugal-ugalan.

“Memang importasi ilegal menjadi satu masalah, tapi alat perlindungan lain terkait PI dan Pertek juga jadi masalah” ungkap Agus. KAHMI menyoroti pertumbuhan angka impor tekstil yang terus naik namun disisi lain utilisasi industri terus turun dan pertumbuhan industrinya melambat bahkan cenderung pada deindustrialisasi dini. “Dan mirisnya, justru angka kuota impor keluar dari Kemenperin melalui pertek” tegasnya.

Senada dengan APSyFI, KAHMI Rayon Tekstil juga mendukung upaya Presiden Prabowo memberantas mafia impor. “Setelah Bea Cukai kami harap berlanjut pembersihan di K/L lain, sebagai bukti bahwa upaya substitusi impor bukan hanya omon-omon” pungkasnya.