Muhaimin Iskandar, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, mengungkapkan keprihatinannya terhadap masih tingginya ketergantungan Indonesia pada produk impor. Dalam kunjungannya ke Desa Wangisagara, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung pada 21 Juni 2025, pria yang akrab disapa Cak Imin itu menyoroti persoalan mendasar yang menghambat pertumbuhan industri dalam negeri, mulai dari sandang hingga pangan.

“Semua yang kita pakai, semua yang kita makan, semua yang kita gunakan masih bergantung impor. Kita bikin sepatu, alasnya impor. Kita bikin baju, tekstilnya impor,” ujarnya dalam sebuah talkshow di Kota Bandung. Pernyataan tersebut menggarisbawahi lemahnya fondasi industri nasional yang belum mampu sepenuhnya menyediakan bahan baku secara mandiri.

Cak Imin mendesak Kementerian Perdagangan agar mengambil langkah tegas dalam membatasi masuknya barang impor, terutama yang berpotensi menghambat industri lokal. Menurutnya, kebijakan proteksi terhadap industri dalam negeri sangat dibutuhkan untuk menciptakan ruang tumbuh bagi pelaku usaha lokal, khususnya sektor tekstil yang saat ini tengah terjepit oleh harga produk impor ilegal yang jauh lebih murah.

Lebih jauh, Cak Imin menyatakan bahwa mahalnya biaya produksi dalam negeri menjadi salah satu akar masalah. Banyak produsen lokal kesulitan bersaing, bukan karena kalah kualitas, melainkan kalah harga. "Ada produksi tekstil dalam negeri yang lebih mahal dibanding impor gelap. Ini terus kita benahi,” jelasnya.

Dalam konteks pemberdayaan, Cak Imin juga menekankan pentingnya akurasi data UMKM. Ia menilai validasi data merupakan langkah awal dalam mendistribusikan program bantuan secara efektif. Data yang riil akan mempercepat pelaksanaan program pelatihan, pendampingan, dan permodalan, yang semuanya bertujuan meningkatkan kapasitas produksi UMKM.

Ia juga mengungkapkan bahwa pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 500 triliun per tahun untuk program bantuan sosial, termasuk pemberdayaan UMKM. Meski demikian, ia mengingatkan bahwa bantuan semacam itu harus bersifat sementara dan tidak menjadikan masyarakat bergantung selamanya. “Bansos harus dibatasi maksimal lima tahun, kecuali untuk lansia dan difabel,” tegasnya.

Pernyataan Cak Imin menjadi cerminan dari tantangan besar yang masih dihadapi perekonomian nasional. Ketergantungan pada produk asing, lemahnya daya saing industri lokal, serta belum optimalnya pemberdayaan UMKM menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Visi kemandirian ekonomi Indonesia hanya bisa terwujud jika strategi pembatasan impor, penguatan produksi dalam negeri, dan pembinaan UMKM berjalan beriringan secara konsisten.