Kebijakan tarif impor sebesar 32 persen yang akan diterapkan Amerika Serikat terhadap produk asal Indonesia mulai Agustus 2025 memicu kekhawatiran besar di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Ekonom dan pakar kebijakan publik dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, memperingatkan bahwa kegagalan diplomasi perdagangan ini dapat membawa dampak ekonomi yang luas, termasuk ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.

Industri TPT selama ini menjadi salah satu sektor penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia, dengan lebih dari 3,6 juta pekerja yang bergantung pada kelangsungan industri ini. Pengenaan tarif tinggi dari AS, menurut Achmad, akan memukul industri ini secara langsung dan dalam jangka panjang berpotensi mengikis stabilitas sosial dan ekonomi nasional.

Salah satu dampak paling cepat dirasakan adalah bergesernya pesanan pembeli global ke negara-negara pesaing seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja. Negara-negara tersebut masih menikmati tarif ekspor yang lebih rendah ke AS, menjadikan produk mereka lebih kompetitif dibandingkan Indonesia. Jika relokasi pesanan ini terjadi secara besar-besaran, maka perusahaan-perusahaan TPT dalam negeri akan kehilangan kontrak, mengurangi produksi, dan akhirnya terpaksa melakukan PHK.

Dampak domino dari PHK massal tak hanya berhenti pada pengangguran. Penurunan pendapatan masyarakat akan menekan daya beli, memperlemah konsumsi domestik yang selama ini menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi nasional.

Selain ancaman terhadap tenaga kerja, Achmad juga menyoroti risiko besar terhadap target surplus neraca perdagangan Indonesia tahun 2025 yang ditetapkan sebesar USD 40 miliar. Kenaikan tarif dari Amerika akan mengurangi volume ekspor, menekan penerimaan devisa, dan pada akhirnya mengganggu stabilitas nilai tukar rupiah akibat meningkatnya tekanan pada sektor eksternal.

Pasar Amerika Serikat selama ini menyerap lebih dari 10 persen ekspor non-migas Indonesia, menjadikannya mitra dagang yang sangat krusial. Dengan berkurangnya akses pasar ini, bukan hanya sektor tekstil dan alas kaki yang terancam, tetapi juga sektor-sektor lainnya yang turut bergantung pada permintaan dari Negeri Paman Sam.

Situasi ini menegaskan pentingnya langkah cepat dan strategis dari pemerintah Indonesia, baik melalui negosiasi perdagangan, diversifikasi pasar ekspor, maupun perlindungan terhadap industri domestik agar dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas dapat dicegah.