Kebijakan tarif impor sebesar 32% dari Amerika Serikat terhadap produk asal Indonesia menjadi pukulan berat bagi sejumlah sektor, khususnya tekstil dan alas kaki. Namun, angin segar datang dari Eropa melalui perjanjian dagang Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU–CEPA) yang membuka peluang ekspor dengan bea masuk 0%.

Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal, menilai perjanjian tersebut bisa menjadi titik balik bagi sektor industri yang terdampak kebijakan tarif AS. Menurutnya, pasar Eropa dapat menjadi pengganti potensial karena penghapusan tarif akan meningkatkan daya saing produk Indonesia di kawasan tersebut.

Meski demikian, Faisal mengingatkan agar peluang ini tidak disambut secara gegabah. Ia menekankan pentingnya mencermati sektor-sektor apa saja yang betul-betul mendapatkan keuntungan dari tarif 0%, serta konsekuensi dari timbal balik yang diberikan Indonesia kepada Uni Eropa dalam perjanjian tersebut.

Pemerintah, menurut Faisal, harus mengantisipasi dampak dari penurunan tarif bagi produk Eropa yang masuk ke Indonesia. Selain itu, ia menyoroti bahwa hambatan non-tarif seperti standar mutu, sertifikasi, dan prosedur ekspor-impor di Eropa dapat menjadi tantangan yang tidak kalah berat. Tanpa strategi komprehensif, keuntungan tarif 0% bisa saja tergerus oleh sulitnya memenuhi persyaratan pasar Uni Eropa.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebelumnya mengonfirmasi bahwa melalui IEU–CEPA, produk Indonesia akan menikmati akses pasar Eropa tanpa dikenakan bea masuk. Ia menyebut perjanjian ini sebagai pencapaian penting setelah lebih dari satu dekade negosiasi dan 19 putaran perundingan.

Penandatanganan IEU–CEPA dijadwalkan berlangsung pada kuartal III tahun 2025 di Jakarta, meskipun rincian waktunya belum diumumkan secara resmi. Airlangga menegaskan bahwa perjanjian ini akan menjadi tonggak penting dalam memperkuat posisi Indonesia di pasar global, terutama di tengah situasi ketidakpastian geopolitik dan ekonomi.

Dengan potensi pasar yang terbuka lebar di Eropa, Indonesia dihadapkan pada dua pekerjaan besar: memaksimalkan peluang ekspor dan sekaligus menyiapkan industri dalam negeri untuk bersaing dengan produk-produk Eropa yang akan masuk ke pasar domestik. Pendekatan strategis dan kesiapan regulasi menjadi kunci agar keuntungan dari perjanjian ini bisa dirasakan secara nyata.