Meski kebijakan tarif ekspor Indonesia sebesar 19 persen ke Amerika Serikat sempat memicu kekhawatiran, sejumlah pengusaha melihat sisi optimistis dari langkah tersebut. Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Anne Patricia, menyebut bahwa kebijakan ini justru membuka peluang baru, terutama di sektor tekstil dan alas kaki.
Dalam webinar bertajuk "Menakar Masa Depan Keberlanjutan dalam Tekanan Tarif 19%" pada Sabtu (19/7/2025), Anne mengungkapkan bahwa Indonesia kini menjadi negara ketiga dengan tarif terendah untuk ekspor tekstil ke AS. Bahkan, untuk produk alas kaki, tarif ekspor Indonesia adalah yang paling rendah dibanding negara pesaing seperti Vietnam, Bangladesh, dan Tiongkok. Hal ini juga berlaku pada sektor apparel yang selama ini menjadi salah satu kontributor ekspor terbesar Indonesia.
Keunggulan tarif ini menurut Anne memberikan kepercayaan diri bagi pelaku usaha dalam negeri untuk memperkuat posisi produk lokal di pasar global. Tak hanya tekstil dan alas kaki, sektor makanan dan minuman olahan pun dipandang memiliki daya saing yang semakin kuat di pasar AS.
Kendati begitu, Anne tetap mengingatkan akan potensi dampak dari kebijakan ini, terutama terkait keterbukaan pasar dalam negeri terhadap komoditas dari Amerika. Ia menekankan bahwa meskipun akses penuh komoditas AS ke Indonesia bisa memicu kekhawatiran, hal tersebut lebih merupakan pergeseran sumber impor yang sudah ada sebelumnya, seperti gandum, kedelai, dan minyak.
Terkait impor jagung yang sempat menjadi polemik, Anne menegaskan bahwa jagung yang dimaksud bukan untuk konsumsi masyarakat, melainkan untuk pakan ternak, yang saat ini masih sangat dibutuhkan industri peternakan di Indonesia.
Isu energi juga turut disinggung, terutama dalam konteks transisi dari batu bara ke energi terbarukan. Ia menjelaskan bahwa distribusi gas di Indonesia masih belum merata, sehingga beberapa kawasan industri masih memerlukan impor gas dari AS untuk menjaga kesinambungan produksi.
Agar kebijakan ini benar-benar membawa manfaat jangka panjang, Anne menekankan perlunya pemantauan ketat atas arus perdagangan dan impor yang masuk ke Indonesia. Selain itu, penguatan diplomasi dagang dan perluasan akses pasar global juga dinilai krusial untuk mendongkrak posisi ekspor Indonesia.
Ia menambahkan bahwa keanggotaan Indonesia dalam BRICS tidak akan menjadi hambatan, dan bahkan langkah pemerintah untuk bergabung ke OECD mencerminkan komitmen terhadap reformasi struktural dan tata kelola yang lebih baik.
Di dalam negeri, ia menyoroti pentingnya reformasi regulasi di tingkat pusat maupun daerah. Banyak aturan yang dinilai belum cukup responsif terhadap perubahan pasar dan kebutuhan pelaku usaha. Pembenahan regulasi ini dianggap vital untuk menjamin keberlanjutan usaha serta memperkuat daya saing produk lokal di pasar internasional.