Rencana kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) pada tahun 2024 telah mendapat perhatian serius dari pemerintah. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menekankan agar gubernur di seluruh provinsi segera menetapkan dan mengumumkan kenaikan UMP 2024 sebelum batas waktu yang ditentukan. UMP 2024 untuk kabupaten dan kota juga harus ditetapkan oleh gubernur sebelum tanggal 30 November 2023, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2023 tentang Perubahan PP 36/2021 tentang Pengupahan yang telah disahkan sebagai undang-undang oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 10 November 2023.

Sejauh ini, DKI Jakarta telah mengumumkan kenaikan UMP sebesar 3,6% menjadi Rp 5.067.381 untuk tahun 2024.

Reza Fahmi, Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM), menyatakan bahwa emiten yang kemungkinan besar akan mendapat dampak positif dari kenaikan UMP adalah perusahaan yang beroperasi di sektor konsumsi, ritel, dan properti. Menurutnya, kenaikan upah pekerja akan meningkatkan daya beli masyarakat, yang berpotensi meningkatkan permintaan terhadap produk dan jasa dari sektor-sektor tersebut.

“Emiten yang berpotensi mendapatkan katalis positif dari kenaikan UMP termasuk PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Matahari Department Store Tbk (LPPF), PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), dan PT Summarecon Agung Tbk (SMRA),” ungkap Reza.

Di sisi lain, emiten yang beroperasi di sektor manufaktur, tekstil, dan energi diprediksi akan terdampak secara negatif oleh kenaikan UMP. Reza menjelaskan bahwa kenaikan upah pekerja akan meningkatkan biaya produksi, yang berdampak pada penurunan margin laba dari sektor-sektor tersebut. Selain itu, sektor-sektor ini juga terpengaruh oleh risiko pelemahan nilai tukar rupiah dan kenaikan harga bahan baku global.

“Beberapa contoh emiten yang berpotensi mendapat katalis negatif dari kenaikan UMP adalah PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Mayora Indah Tbk (MYOR), PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO),” tambahnya.

Reza menjelaskan bahwa dampak kenaikan UMP terhadap saham emiten dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, tingkat ketergantungan emiten terhadap tenaga kerja. Semakin tinggi ketergantungan emiten terhadap tenaga kerja, semakin besar dampak kenaikan UMP terhadap biaya produksi dan laba bersih emiten.

“Contohnya, sektor tekstil yang membutuhkan banyak tenaga kerja akan lebih terdampak jika dibandingkan dengan sektor telekomunikasi yang lebih mengandalkan teknologi,” paparnya.

Kedua, struktur pasar dan daya saing emiten. Semakin kompetitif pasar dan semakin rendah daya saing emiten, semakin sulit bagi emiten untuk menaikkan harga jual produk atau jasa mereka untuk menutup kenaikan biaya produksi akibat UMP.

Dengan berbagai saran dan prediksi ini, dampak kenaikan UMP di tahun 2024 terhadap berbagai sektor industri di Indonesia tetap menjadi perhatian serius baik bagi pemerintah maupun para pelaku pasar.