Indonesia yang terkenal dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya, menarik perhatian Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki yang melihat potensi besar budidaya tanaman rami untuk produksi tekstil. Serat rami yang terkenal kualitasnya menawarkan alternatif yang menjanjikan dibandingkan bahan baku impor industri TPT sehingga memperkuat sektor TPT tanah air. Berbicara dari Desa Gandok, Kalikajar, Wonosobo, Jawa Tengah, Menteri Teten menekankan pentingnya meningkatkan produksi tekstil dalam negeri. Ia menyoroti tantangan yang dihadapi tekstil Indonesia dalam bersaing dengan produk impor, khususnya dari Tiongkok. Namun, ia melihat secercah harapan pada produktivitas rami yang luar biasa, yang dapat menjadi landasan bagi perekonomian tekstil dalam negeri.

Upaya CV Rabersa dalam mengolah tanaman rami menjadi serat alami, meski belum sempurna, mencerminkan kesetaraan industri. Produk-produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang sebanding dengan yang ditemukan di pasar, sehingga menjadi preseden yang menjanjikan untuk pengembangan lebih lanjut.

Menteri Teten membayangkan ekosistem modern di sekitar industri tekstil, dengan serat rami sebagai sumber daya nasional, melibatkan petani skala kecil dan memperkuat kekuatan ekonomi mulai dari ladang hingga pabrik.

Menyadari kesenjangan yang ada saat ini antara sektor hulu dan hilir industri TPT, Menteri Teten menekankan pentingnya lokalisasi produksi bahan baku untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Ia menggarisbawahi manfaat ekonomi sirkular dari rami, dimana setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan, mulai dari daunnya sebagai pakan ternak hingga seratnya yang menyerupai wol, tanpa meninggalkan limbah.

Ketika Indonesia bersiap untuk menampilkan industri fesyennya yang sederhana di panggung global, Menteri Teten menekankan perlunya keunikan untuk bersaing secara efektif melawan raksasa fesyen seperti London dan Turki.

Untuk mendukung kemajuan industri TPT melalui pengembangan serat rami, Kementerian Koperasi dan UKM bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Wonosobo berencana mendirikan Rumah Pengolahan Serat Rami. Inisiatif ini bertujuan untuk menyediakan platform untuk produksi berbasis kooperatif, memfasilitasi keterlibatan investor, pembuatan produk khusus, dan stabilitas rantai pasokan.

Meskipun perdagangan tekstil dan produk tekstil (TPT) secara keseluruhan mengalami surplus pada Januari 2024, Indonesia masih menghadapi defisit pada komoditas serat alam seperti sutra, wol, kapas, dan serat nabati lainnya. Khususnya, ekspor serat alam Indonesia dibayangi oleh impor kapas, hal ini menunjukkan adanya kesenjangan besar yang dapat diatasi dengan produksi rami dalam negeri.

CEO CV Rabersa, Wibowo Akhmad, menyoroti peran perusahaan dalam memasok produk serat rami ke perusahaan berorientasi ekspor, yang sebagian besar melayani pasar Amerika. Namun, kendala produksi menghambat kemampuan mereka untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat dari pasar potensial seperti Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang.

Bekerja sama dengan Kemenkop UKM dan KaIND Sustainable Fashion, upaya sedang dilakukan untuk menilai kelayakan dan persyaratan untuk mengembangkan pusat industri serat alam, dengan menggunakan pendekatan Pertanian Terpadu. Inisiatif ini bertujuan untuk mengolah berbagai serat alami, termasuk rami, nanas, wol, dan sutra, untuk memastikan rantai pasokan yang berkelanjutan dan beragam.

Ke depan, Wibowo menyampaikan harapannya untuk terus berkolaborasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM, dengan menekankan pentingnya tidak hanya pengembangan industri tetapi juga inisiatif pendidikan yang mempromosikan serat alam. Dengan memupuk pemahaman yang lebih mendalam mengenai warisan tekstil Indonesia yang kaya, ia membayangkan masa depan di mana setiap aspek industri, mulai dari tanaman hingga garmen, memiliki nilai budaya dan ekonomi.

Seiring dengan upaya Indonesia untuk mencapai swasembada dan inovasi dalam industri tekstilnya, budidaya serat rami muncul sebagai solusi yang menjanjikan, sejalan dengan upaya yang lebih luas untuk mendorong keberlanjutan, pemberdayaan ekonomi, dan pelestarian budaya. Dengan dukungan terpadu dari lembaga pemerintah, masyarakat lokal, dan pemangku kepentingan industri, Indonesia siap untuk mengukir ceruk tersendiri di pasar tekstil global, didorong oleh potensi rami yang serbaguna dan berkelanjutan.