Industri tekstil Indonesia saat ini berada di ambang krisis. Salah satu penyebab utama yang disorot adalah masuknya barang impor yang mengganggu pasar lokal. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, menekankan perlunya pemerintah memperketat pengawasan terhadap barang impor demi melindungi industri tekstil dalam negeri.

Tantangan dari Barang Impor
Arsjad Rasjid menyatakan bahwa barang impor, khususnya di sektor tekstil, memiliki dampak negatif pada pasar lokal. "Kita perlu menjaga masuknya barang impor yang saya katakan 'dipertanyakan' karena mengganggu pasar, khususnya tekstil," ujarnya pada Jumat (28/6/2024). Menurutnya, industri tekstil Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk berkembang dengan hanya mengandalkan pasar domestik. Kebutuhan tekstil di Indonesia sangat besar sehingga industri ini bisa tumbuh dan bertahan dengan baik.

Potensi Pasar Domestik dan Ekspor
Arsjad menambahkan bahwa jika pelaku usaha nasional dapat mengekspor produk mereka ke negara lain, industri tekstil Indonesia akan lebih menguntungkan. Namun, untuk mencapai hal ini, diperlukan kebijakan pemerintah yang tepat untuk mencegah masuknya barang impor yang dapat merusak pasar lokal. "Kalau kita bisa menggunakan domestic market kita dan lalu kita attack ke luar, wah itu lebih hebat lagi," imbuhnya.

Dampak Barang Impor terhadap Industri Lokal
Namun, barang impor yang lebih murah membuat pelaku usaha lokal kesulitan bersaing. "Kita harus menjaga kondisi market kita. Jangan lah kita hanya menjadi pasar," tegas Arsjad. Kondisi ini pertama kali diungkapkan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), yang menyebut bahwa kinerja penjualan industri tekstil Indonesia sedang lesu. Penurunan pesanan menyebabkan banyak pabrik tekstil terpaksa melakukan efisiensi, termasuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja.

Gelombang PHK di Industri Tekstil
KSPN mencatat bahwa sekitar 13.800 buruh tekstil telah terkena PHK dari Januari 2024 hingga awal Juni 2024. PHK yang terjadi di Jawa Tengah sangat masif, dengan beberapa pabrik di bawah grup Sritex seperti PT Sinar Pantja Djaja di Semarang, PT Bitratex di Kabupaten Semarang, dan PT Djohartex di Magelang, terpaksa mem-PHK sejumlah karyawannya.

Harapan untuk Masa Depan Industri Tekstil
Di tengah tantangan ini, Arsjad berharap pemerintah dapat mengambil langkah tegas untuk melindungi industri tekstil nasional. Dengan pengawasan yang lebih ketat terhadap barang impor dan kebijakan yang mendukung ekspor, industri tekstil Indonesia diharapkan dapat bertahan dan bahkan berkembang di masa depan. Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan pelaku usaha menjadi kunci untuk menciptakan pasar tekstil yang lebih kuat dan kompetitif.