Industri tekstil di Indonesia sedang menghadapi masa sulit. Sejumlah pabrik tekstil mengalami kebangkrutan, mengakibatkan ribuan pekerja kehilangan pekerjaan. Selain itu, kemajuan teknologi, khususnya kecerdasan buatan (AI), menjadi ancaman baru yang mulai merambah sektor ini. Ketua Umum Insan Kalangan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI), M Shobirin Hamid, mengungkapkan bahwa teknologi AI kini mulai menyasar industri tekstil, menandakan perubahan besar dalam industri padat karya ini.

Digitalisasi dan AI dalam Industri Tekstil
Shobirin menekankan bahwa digitalisasi dan AI tidak hanya terbatas pada teknologi informasi, tetapi juga telah merambah ke berbagai sektor, termasuk tekstil. Menurutnya, untuk menghadapi perubahan ini, sumber daya manusia (SDM) di industri tekstil harus semakin maju dan berkembang. "Kemajuan teknologi perlu diimbangi dengan pola pikir SDM yang maju. Akademi tekstil diperlukan agar para pekerja dapat menciptakan produk tekstil yang lebih beragam, tidak hanya pakaian," ujarnya kepada CNBC Indonesia pada Jumat (28/6/2024).

Pentingnya Pendidikan Tekstil
Shobirin menyoroti pentingnya pendidikan tekstil dalam menghadapi era digitalisasi ini. Ia berharap pemerintah dan industri tekstil nasional dapat berfokus pada perkembangan teknologi dan pendidikan untuk menciptakan teknokrat baru di bidang tekstil. "Indonesia harus mempersiapkan diri menghadapi masa depan dengan menciptakan produk tekstil yang lebih inovatif seperti future textile dan nano textile," tambahnya.

Penutupan Pabrik Tekstil dan PHK Massal
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, mengungkapkan bahwa banyak pabrik tekstil di Indonesia terpaksa tutup karena penurunan order, yang mengakibatkan puluhan ribu pekerja terkena PHK. Beberapa pabrik tekstil yang tutup sejak awal tahun 2024 antara lain PT S Dupantex di Jawa Tengah, PT Alenatex di Jawa Barat, dan PT Sai Apparel di Jawa Tengah yang mem-PHK lebih dari 8.000 pekerja.

Menurut data KSPN, beberapa perusahaan seperti PT Kusumaputra Santosa dan PT Kusumahadi Santosa yang tergabung dalam Kusuma Group juga mengalami nasib serupa. "Potensi PHK di sektor tekstil masih terus berlanjut karena order turun hingga tidak ada sama sekali. Pemerintah harus segera turun tangan untuk mengatasi masalah ini," ujar Ristadi.

Harapan untuk Masa Depan
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, Shobirin berharap pemerintah dan industri tekstil nasional dapat melihat jauh ke depan dan tidak terbelenggu oleh masalah saat ini. Indonesia harus berupaya untuk menciptakan industri tekstil yang lebih maju dan inovatif, serta mengurangi ketergantungan pada produk-produk tekstil konvensional.

Dengan fokus pada pengembangan teknologi dan pendidikan, industri tekstil Indonesia dapat bertahan dan berkembang di tengah era digitalisasi ini. Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan akademisi menjadi kunci untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi industri tekstil di Indonesia.