Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia saat ini berada dalam kondisi kritis, diambang hidup atau mati. Serangkaian masalah telah menghantam sektor ini, mulai dari menurunnya daya beli masyarakat, serbuan pakaian jadi impor, hingga maraknya peredaran pakaian bekas. Namun, salah satu masalah utama yang menjadi penyebab utama keterpurukan industri tekstil dalam negeri adalah ketergantungan pada bahan baku impor.

Bahan baku tekstil yang diimpor meliputi sutra, serat tekstil, serat stapel, benang filamen, benang tenunan, benang rajutan, sulaman atau bordir, kapas, dan berbagai jenis kain lainnya. Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja, mengungkapkan bahwa bahan baku utama tekstil yang paling banyak diimpor adalah poliester, yakni asam tereftalat murni (PTA) dan monoetilen glikol (MEG).

Menurut Jemmy, ketergantungan pada impor bahan baku tekstil menjadi masalah serius terutama ketika harga dolar AS terus meningkat. "Dampak pasti ada karena mayoritas perhitungan berbasis US dolar, bahan baku PTA/MEG," jelas Jemmy pada Selasa (2/7/2024).

Senada dengan Jemmy, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta, juga menyoroti ketergantungan yang tinggi pada impor bahan baku tekstil. Sebagai contoh, kebutuhan Mono Etilen Glikol (MEG) untuk bahan baku polyester di Indonesia mencapai 600.000 ton per tahun, namun sebagian besar harus diimpor dari Arab Saudi. Kapasitas produksi MEG di Indonesia hanya 200.000 ton per tahun, tetapi dalam tiga tahun terakhir, produksi domestik hanya mampu mencapai sekitar 50.000 ton MEG per tahun.

"Kalau saat ini yang berpengaruh adalah nilai tukar karena pembayaran sebagian besar bahan baku impor kita menggunakan USD. Meski industri hulunya masih bisa jual pake USD ke lokal, ini akan menjadi beban di hilirnya," tambah Redma.

Kondisi ini memperparah situasi industri tekstil dalam negeri yang sudah tertekan oleh berbagai faktor eksternal dan internal. Pemerintah dan pelaku industri perlu segera mencari solusi untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku, seperti meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri dan mencari alternatif bahan baku lokal. Hanya dengan demikian, industri tekstil Indonesia dapat kembali bangkit dan bersaing di pasar global.