Industri tekstil dalam negeri mengalami penurunan drastis hingga menyebabkan banyaknya PHK. Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri, mengungkapkan beberapa faktor penyebab utama yang membuat sektor ini terpuruk.

Kendala Pendanaan dan Teknologi

Faisal menjelaskan bahwa salah satu hambatan terbesar yang dihadapi oleh industri tekstil adalah pendanaan. Terutama untuk pengadaan teknologi baru yang semakin mahal. Selain itu, restrukturisasi mesin-mesin tekstil juga memerlukan biaya yang tinggi dan terkena pajak, membuat banyak pengusaha enggan melakukannya.

"Kita harus melakukan improvement teknologi, karena teknologi makin bagus. Tapi tidak ada dana. Ditambah lagi, pasar Indonesia kebanjiran produk impor murah dari China. Misalnya, saya bikin dasi seharga Rp 100 ribu, sementara dasi impor hanya Rp 50 ribu. Ini membuat industri dalam negeri mati," kata Faisal di Jakarta, Sabtu (6/7/2024).

Dampak Produk Impor Murah

Produk-produk tekstil impor murah, terutama dari China, menjadi tantangan besar bagi produsen lokal. Harga yang jauh lebih rendah membuat produk lokal kalah bersaing di pasaran. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan besar, terutama di Jawa Barat, enggan melakukan restrukturisasi mesin yang mahal dan harus membayar PPN serta bunga yang tinggi.

Alih Investasi ke Sektor Lain

Faisal juga menyoroti bahwa banyak pengusaha mulai mengalihkan investasinya ke sektor lain, seperti hotel dan properti. Hanya sedikit pengusaha yang masih bertahan di industri tekstil, itupun dengan mengandalkan skema maklon, di mana mereka hanya memproduksi barang atas permintaan pemilik merek tertentu dan mengandalkan pasar ekspor. "99% produknya ekspor, maklon saja. Mereka memesan bahan baku dari luar negeri dan menghasilkan produk dengan merek terkenal," tambahnya.

Kebijakan Pemerintah yang Dipertanyakan

Di tengah kondisi sulit ini, Faisal mempertanyakan langkah pemerintah yang lebih memilih mengundang investor China daripada fokus membantu pengusaha dalam negeri. Menurutnya, pemerintah seharusnya memberikan bantuan kepada pengusaha lokal yang sedang kesulitan. "Anda bisa pesan dengan gadget Anda, satu tangan, satu biji, impor baju seragam seharga Rp 50.000 untuk tiga setel. Kita punya lembaga anti dumping tapi diam saja. Malah solusinya mengundang China untuk masuk ke sini, bukan membantu pengusaha lokal yang sedang kesulitan," pungkas Faisal.

Faisal Basri menekankan pentingnya dukungan pemerintah terhadap industri tekstil lokal untuk bisa bersaing dan bertahan di tengah gempuran produk impor yang murah. Tanpa adanya dukungan yang memadai, industri tekstil dalam negeri akan semakin terpuruk.