Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) telah menghentikan penyelidikan terkait tindakan pengamanan perdagangan (safeguard measure) terhadap impor benang filamen artifisial. Keputusan ini diambil berdasarkan hasil penyelidikan yang menyimpulkan bahwa tidak ada industri dalam negeri yang memproduksi benang filamen artifisial, sehingga tindakan pengamanan perdagangan tidak dapat diterapkan.

Alasan Penghentian Penyelidikan

Ketua KPPI, Franciska Simanjuntak, menjelaskan bahwa penyelidikan ini menemukan bahwa impor benang filamen artifisial tidak dapat dikenakan tindakan pengamanan perdagangan karena ketiadaan industri lokal yang memproduksi produk tersebut. "Dari penyelidikan, kita ketahui belum ada industri dalam negeri yang memproduksi benang filamen artifisial di pasar domestik," ungkap Franciska.

Tiga poin utama mendasari kesimpulan KPPI. Pertama, data dari Kementerian Perindustrian yang disampaikan pada 24 Juli 2024 melalui surat Nomor B/363/IKFT.5/IND/VII/2024 yang mencakup informasi mengenai benang filamen artifisial dan kain tenunan dari benang tersebut. Kedua, klasifikasi yang diatur dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 20301. Ketiga, hasil kunjungan KPPI ke Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Tekstil pada 25 Juli 2024.

Tidak Ada Barang Sejenis di Dalam Negeri

Lebih lanjut, Franciska menjelaskan bahwa hasil penyelidikan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan verifikasi lapangan menunjukkan bahwa 10 perusahaan yang mengajukan permohonan hanya memproduksi benang stapel artifisial, bukan benang filamen artifisial. "Benang stapel bukan merupakan barang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing dengan benang filamen artifisial," tambah Franciska. Mesin yang digunakan untuk memproduksi benang stapel artifisial juga tidak dapat digunakan untuk memproduksi benang filamen artifisial karena perbedaan dalam proses produksinya.

Latar Belakang Penyelidikan

Penyelidikan terhadap impor benang filamen artifisial ini dimulai pada 27 Oktober 2023, setelah permohonan resmi diajukan oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) yang mewakili 10 perusahaan pada 18 September 2023. API meminta KPPI untuk melakukan penyelidikan terkait tindakan pengamanan perdagangan terhadap impor produk tersebut.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik, impor benang filamen artifisial menunjukkan tren peningkatan dari tahun 2020 hingga 2023. Pada tahun 2020, impor mencapai 1.191 ton, naik menjadi 1.804 ton pada tahun 2021, dan terus meningkat menjadi 2.676 ton pada tahun 2022. Meskipun ada penurunan sebesar 11 persen pada tahun 2023 menjadi 2.371 ton, tren keseluruhan selama periode 2020-2023 menunjukkan peningkatan sebesar 28 persen.

Dengan dihentikannya penyelidikan ini, KPPI memastikan bahwa tidak ada tindakan pengamanan perdagangan yang akan dikenakan terhadap impor benang filamen artifisial, mengingat tidak adanya industri dalam negeri yang memproduksi produk ini dan perbedaan karakteristik produksi dengan benang stapel artifisial.