Industri tekstil nasional tengah menghadapi tantangan berat di tengah ketidakpastian ekonomi global dan kebijakan domestik yang belum memadai. Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkapkan pesimisme terhadap pemulihan industri manufaktur tekstil dalam tahun 2024, seiring dengan minimnya langkah konkret dari pemerintah.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja industri tekstil dan pakaian jadi terhadap produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi sebesar 0,03% (year-on-year/yoy) pada triwulan II/2024. Penurunan ini kontras dengan pertumbuhan sebesar 2,64% yoy yang dicapai pada triwulan I/2024. Menurut Wakil Ketua Umum API, David Leonardi, pemerintah masih berupaya merumuskan kebijakan perlindungan perdagangan yang tepat. Namun, proses tersebut memerlukan waktu yang cukup lama dan belum memberikan dampak signifikan bagi pemulihan industri tekstil.
David juga menyoroti lesunya aktivitas usaha di sektor tekstil, yang tercermin dalam Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Agustus 2024. Industri ini mengalami kontraksi selama tiga bulan berturut-turut sejak diberlakukannya kebijakan relaksasi impor melalui Permendag No. 8/2024. Kondisi ini diperparah dengan membanjirnya produk impor ilegal yang menekan daya saing industri dalam negeri, terutama bagi pelaku industri kecil dan menengah (IKM). Akibat daya beli masyarakat yang menurun, pesanan dalam negeri pun berkurang.
“Produk impor yang lebih murah telah membanjiri pasar Indonesia, dan masyarakat cenderung memilih produk dengan harga yang lebih terjangkau,” jelas David. Dalam kondisi yang demikian, API meminta pemerintah untuk segera memperkuat kebijakan perlindungan pasar domestik guna meningkatkan aktivitas produksi industri tekstil dan menyerap kembali tenaga kerja yang sebelumnya terdampak oleh pengurangan lini produksi.
Krisis dalam industri tekstil juga berdampak serius terhadap lapangan pekerjaan. Industri padat karya ini telah kehilangan belasan ribu tenaga kerja akibat penutupan pabrik dan pengurangan aktivitas produksi. "Semakin tinggi impor, semakin rendah aktivitas produksi, yang pada akhirnya berdampak pada pengurangan tenaga kerja serta menimbulkan krisis ekonomi dan sosial," pungkas David.
Dalam kondisi yang penuh tantangan ini, pemulihan industri tekstil di Indonesia tampaknya akan memerlukan upaya yang lebih dari sekedar kebijakan jangka pendek. Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah strategis untuk melindungi pasar domestik dan memacu kembali daya beli masyarakat agar roda produksi dan ekonomi dapat berputar lebih baik di masa mendatang.