Di tengah ancaman kebijakan tarif balasan dari Amerika Serikat (AS), pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia justru mendorong pemerintah untuk membuka lebih banyak impor kapas dari AS. Langkah ini dianggap sebagai strategi mempertahankan daya saing ekspor ke AS sekaligus memperkuat industri tekstil nasional dari hulu ke hilir.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) bersama Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menilai bahwa meskipun kebijakan tarif baru AS berpotensi menjadi hambatan, masih ada peluang bagi produk tekstil Indonesia untuk tetap masuk ke pasar AS dengan tarif rendah. Salah satu syaratnya adalah produk harus mengandung minimal 20% bahan baku dari AS.
Karena AS tidak memproduksi benang dan kain, maka bahan baku yang paling memungkinkan untuk diimpor adalah kapas. Oleh karena itu, API dan APSyFI mendorong pemerintah agar membuka impor kapas AS yang nantinya dapat dikombinasikan dengan serat polyester dan rayon produksi dalam negeri. Jika bahan baku ini dipintal dan ditenun atau dirajut di dalam negeri, kombinasi tersebut diyakini dapat meningkatkan daya saing industri TPT secara keseluruhan sekaligus menekan impor produk jadi seperti benang, kain, dan garmen.
Saat ini, industri tekstil nasional menghadapi tantangan besar. Indonesia sebenarnya telah mengimpor kapas dari AS senilai US$ 600 juta per tahun. Namun, di sisi lain, pasar dalam negeri justru dibanjiri produk jadi dari China seperti benang, kain, dan garmen hingga mencapai US$ 6,5 miliar, yang menciptakan persaingan tidak sehat bagi industri dalam negeri. Akibatnya, tingkat pemanfaatan mesin produksi di sektor ini hanya sekitar 45%.
Kondisi paling mencolok terjadi pada industri pemintalan yang hanya mengoperasikan 4 juta dari total kapasitas terpasang sebesar 12 juta mata pintal. Oleh sebab itu, API dan APSyFI mendesak pemerintah untuk segera melakukan negosiasi dagang timbal balik dengan AS. Mereka berharap kesepakatan dagang dapat mendorong peningkatan impor kapas dari AS sebagai langkah strategis, dibandingkan terus-menerus mengimpor produk jadi dari negara lain yang berpotensi merusak industri domestik.
Dengan mengutamakan impor bahan baku yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri, industri tekstil nasional dapat lebih berkembang dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah dalam perdagangan internasional sangat diharapkan untuk mendukung keberlanjutan industri TPT nasional.